Get me outta here!

Selasa, 28 Februari 2017

GERAM

Wujud kepolosannya lah yang menjadikan landasan. Sebelum mereka semua tumbuh menyebalkan. Membosankan, dan jauh lebih menjenuhkan. Omong kosong apa, anak-anak bisa kita rubah. Yang merubah adalah dirinya sendiri boy. Ayat-ayat juga sudah menjelaskannya, tidak akan berubah suatu kaum kecuali mereka sendiri yang  merubahnya. Aku sangat kesal ketika melihat anak-anak yang saat kecil begitu menggemaskan. Membuat siapapun yang melihatnya ingin menyentuh, bertanya dan menggodanya. Namun setelah besar, tumbuh menjadi mereka yang sangat menyebalkan. Sekolah, menuntut anak-anak untuk berkelakuan baik. Okelah, guru sudah menconthkan dengan baik. Melarang ini itu, menganjurkan ini itu untuk sebuah kebaikan. Pernah menyadari atau tidak, jika marahnya guru untuk murid-muridnya bukanlah kemarahan sesungguhnya. Asal kau tahu saja, dibalik marah seorang guru, ada sebuah kepedulian yang besar. Tapi bagi yang tidak memahami, untuk apa aku jelaskan. Tak bakal sampai vroh, sekalipun sampai juga bakal ditolak. Kalau memang sudah bebal, ya butuh keajaiban tuhan untuk menyampaikannya.

Aku suka dengan dunia anak, mungkin karena masa kanak-kanakku terlalu bahagia sehingga aku ingin terus mengulangnya setiap hari. Sungguh, aku selalu ingin kembali di saat anak-anak yang penuh dengan tantangan, pembelajaran, dan cerita indah. Meskipun sekarang jauh lebih banyak tantangan, pembelajaran dan cerita indah. Maka, jika kamu mengataiku MKKB (masa kecil kurang bahagia) kamu berarti belum mengerti. Justru masa kecilku jauh lebih bahagia. Dan perlu kamu fikirkan kembali, apakah suka dengan anak-anak sama artinya dengan kekanak-kanakan? Udahlah, buat apa diperpanjang. Jika pemikiranmu masih belum sampe juga maka aku tak akan memaksa. Apa boleh dikata, apa boleh buat. Langsungkan saja hari-harimu dan akan kuteruskan hari-hariku. Aih, indah sekali kurasa bisa berbagi disana-sini.

Aku bukan pengangguran, dan aku juga tidak bekerja. Iya lah, mana ada oengangguran yang lupa kalo hari minggu adalah hari untuk santai-santai? Mana ada pengangguran yang sok sibuk ini itu tak jelas. Tetapi aku tidak bekerja. Memangnya apa pekerjaanku? Mendidik, mengajar, memberi sedikit ilmu, itu bukanlah pekerjaan. Melainkan sebuah panggilan, kewajiban, yang menjadi tuntutan.

Geram aku melihat anak-anak yang katanya bisa dirubah menjadi lebih baik, ternyata tidak. Kita dituntut untuk merubah anak-anak menjadi lebih baik, kita diminta untuk memperbaiki moral anak. Setiap pagi, siang, dan kadang juga ditambah sore. Setiap hari kecuali hari minggu kami berikan apa yang kami punya. Kami sampaikan makna kebaikan, kami ajarkan sopan santun, kami tanamkan pengetahuan. Tapi, semua sia-sia kawan. Orangtua merekalah yang akan menentukan kemana mereka akan melanjutkan perjalanan. Dan lagi-lagi lingkungan turut mendukung keberlangsungan itu. TV, sinetron, game, ah semuanya memaksa mereka untuk melupakan apa yang pernah kami beri. Tak apa, seharusnya kami tak marah. Karena kami memberi bukan untuk dikenang, kami memberi karena kami peduli. Kami memberi sebenarnya kami sedang menanam untuk anak-anak kami nanti. Melalui anak-anaklah kami menitipkan do’a-do’a. Melalui mereka kami menebar benih benih tanaman masa depan.

Tetapi dengan menatap senyum mereka yang masih polos. Menanggapi pertanya’an pertanyaan mereka, menanggapi kekepoan mereka, itu suatu kebahagiaan tersendiri. Meskipun terkadang juga risih, tetapi harus kita beri apa yang kita punya, kasih tau mereka. Bermain, bergumul dengan mereka bisa sedikit melupakan masalalu, hutang, dan harapan-harapan manis yang pernah kau beri lalu kau minta lagi. Sudahlah, aku bahagia tanpa beban. Ini jalanku, aku akan terus berjalan sampai aku temui jalan buntu. Maka aku akan mencari jalan lain. Hahaaa. Maaf merepotkan. Terimakasih luarbiasa sudah mau membuang waktu berharga demi tulisan tanpa makna ini.

0 komentar:

Posting Komentar