Sore itu, hujan mulai turun
rintik demi rintik. Gerimis sepertinya tak mau bersahabat lagi. Sudah aku
katakan, aku tak pernah takut hujan. Cuma saja aku ini lelaki, yang akan
tanding kalau sebanding. Apakah ini dinamakan sebanding jika aku sendirian,
sedangkan hujan keroyokan? Hujan memang menyebalkan. Tak pernah mau mengerti
dengan perasaanku yang semakin kalut ini. Apa hujan pernah peduli dengan aku
yang mengayuh sepeda tanpa jas hujan? Menangis dan menggigil kedinginan. Tidak,
hujan tak peduli sama sekali. Termasuk sore ini, hujan tanpa ampun menghabisi
soreku. Ini benar benar dingin. Melebihi dinginnya sikapnya terhadapku, dulu.
Bukan hanya hujan, lereng gunung juga memberikan support terhadap dinginku ini.
Ah, sungguh tak adil. Aku sendirian, sedangkan mereka bersekongkol dan juga
kroyokan. Aku ingin mundur dari medan pertawuran ini. Aku bukan petawur yang
handal.
Kamu, teka teki yang kubuat
sendiri. Adalah sembunyi dibalik semua yang kujalani. Kamu adalah pertanyaan
pertanyaan yang kusimpan tak terungkapkan. Untuk apa, kataku. Tapi ini apa,
kerap kali ular ular muncul dalam mimpiku. Dan bukankah ular yang muncul
kemarin sudah berhasil kukalahkan dengan kunci inggris. Lalu, tadi malampun
ular itu muncul lagi, dan kuhabisi dengan tongkat bambu panjang. Namun apa,
malah dimakan tuh tongkat sampai hampir menggigit tanganku. Lalu ularpun mati
terkapar tak berdaya.
Tapi hari ini, aku tak mau
bercerita tentang ular, apalagi tentang kamu. Aku mau bercerita tentang sore
itu. Sore yang aku ingin lari dari dinginnya hujan. Lalu tiba tiba singgah di
gazebo taman. Siomay dan penjual jamu. Ini teka teki yang lebih sulit.
Terkadang aku ingin mencoba menguaknya satu persatu. Tapi untuk apa, adakah
yang lebih penting dari itu. Skripsi. Sakit uring uringan hanya untuk
menyebutnya. Kenapa? Takut? Enggak lah. Bukan tak bisa, cuma belum mau
memulainya saja. Nah terus apa bedanya? Ups sudah sudah, aku sungguh tak ada
niatan untuk menyinggungnya. Lelaki tua paruh baya. Entah dari mana asalnya.
Membuat teka teki yang teka tiba tiba. Ini apa? Untuk apa aku menemuinya.
Bukankan aku hanya mau berteduh dari derasnya hujan. Tetapi malah justru
dipaksa membeli jamu yang pahit miliknya.
Aku tak pernah suka jamu. Aku
juga tak pernah takut hujan. Dan dua duanya kali ini bersinggungan langsung
denganku. Ditengah derasnya guyuran hujan, aku dipaksa membeli jamu. Jamu yang
tak enak, katanya manis, apanya yang manis. Ini pahit pak, tak kalah pahit
dengan tamparan tamparanmu itu. Tamparan yang berhasil membuatku tertunduk dan
mengangguk. Diam, berdamai dengan pikiran alam bawah sadar. Menggali renik
renik makna yang pernah sirna. Tentang jalan yang selama ini aku lewati. Kenapa
tiba tiba malah tukang jamu itu mengajariku menaklukan jalan yang sudah aku tempuh
dari kecil. Bisa bisanya dia mengatakan aku sombong. Mengaku kenal dengan
tuhan, kapan kamu kenalan sama tuhan. Ini jawabanku yang kupendam saat itu
wahai penjual jamu. Aku bukanlah nabi ibrohim yang harus merenung bertahun
tahun untuk mencari tuhannya. Aku bukan para pencari tuhan.
Tuhan tak perlu dicari, karena
tuhan tidak kemana mana. Aku kenal dengan tuhanku bukan karena ku kenalan.
Lebih sombong kalau berani kenalan sama tuhan. Siapa kamu, mau kenalan sama
tuhan. Hanya mereka yang takhasus yang pantas berkenalan dengan tuhan. Aku
mengenal tuhan bukan karena kenalan. Tetapi karena dikenalkan sejak kecil. Tak
usah tanya dikenalkan oleh siapa. Harusnya kamu lebih tau. Sebut saja mak
comblang.
Tak terhenti disitu, pak penjual
jamu malah menasihatiku. Apa dikira aku ini anak yang tersesat dan tak tau
jalan pulang. Atau anggapnya aku ini anak kecil yang sedang meminta minta di
jalanan. Mengaharap belas kasiha dari siapun yang lewat dan mendapatiku dalam
keadaan memperihatinkan. Nasihatnya apa?
Berbuatlah semaumu nak, yang
penting ingat satu hal. Apa itu pak, tanyaku penasaran. " Berbuatlah
semaumu, yang penting jangan sampai merugikan orang lain". Oh itu,
kedengarannya mudah. Tapi sebenarnya sulit. Sesulit sabda nabi terhadap para
sahabatnya "lakukan apapun asal kau tak berbohong". Itulah yang
membuatku bertanya tanya pada diri sendiri. Kelihatannya mudah tetapi
sebenarnya amat susah. Yasudah, kalau kamu masih belum bisa melakukan itu. Maka
kamu cukup memahami pemahaman islam versiku nak. Aku ini juga agamanya islam.
Tuhanku dan tuhanmu sama. Nabiku dan nabimu juga sam. Kita masih saudara. Nah
terus menurut saya itu islam adalah " isine alam". Sudah itu saja
yang harus kamu pahami. Kamu ini anak muda yang tak jelas tujuannya. Dan jenis
pemuda yang kurang bijak.
Terimakasih loh pak penjual jamu.
Alhamdulillah berkat meminum jamumu itu, aku jadi tambah pusing sekarang.
Sekali lagi terimakasih yah. Dengan berjalannya waktu, pertanyaan dan teka
tekimu akan aku jawab satu persatu pak.
0 komentar:
Posting Komentar