Angin menampar-nampar malam,
dingin mencabik-cabik tulang rusuk yang tengah bengkok dan entah dimana dia
berada, apakah hilang ditelan sepi atau tertukar dengan sepotong endog dalam
sega brekat. Bintang, bintang jalang berserakan di cakrawala temaram. Sinarnya
lembut, selembut sentuhan seorang ibu muda pada anak pertamanya. Halus terpaan
cahaya rembulan, purnama ketiga belas. Bulan, bulan yang terindukan oleh seekor
pungguk. Pungguk merindukan rembulan, tetapi bulan tidak merindukan pungguk.
Rindu yang bertepuk sebelah tangan, ngenes, rindu semakin berdarah-darah.
Cinta, apakah cinta juga semakin membiru, entah, antara harap dan putus asa.
Dinginnya malam ini memaksa burung hantu untuk bersembunyi di balik
pelepah nyiur hijau. Burung hantu tak kelihatan, namanya juga burung hantu.
Burung hantu mengejek pungguk yang kecil, hitam, kurus, dan tak bersekolah. Anak
sekecil itu ditantang pecahkan teka teki sulitnya cak lontong. Anak sehitam itu
berkelahi dengan dingin, dinginnya merasuk ke sum-sum tulang belakang. Tubuh
menggigil, bibir membiru, dingin benar-benar mengalahkannya dan merasuki jiwanya
seutuhnya. Pungguk kalah diserang dingin.
Bergaya bagai penantang tinju
yang teramat tangguh, pungguk membuka baju dan merelakan dirinya ditelan dingin
seutuhnya. Dia hanya punya satu alasan “ Karena lebih dingin sikap dia ke aku
akhir-akhir ini “ kata sang pungguk dengan bibir bergetar kencang.
Malam, pungguk tak lagi
mengenakan bajunya, tubuhnya kurus kering nan gersang. Memaksakan kakinya untuk
terus menapaki sisa jejaknya yang tercecer di setiap jalan kenangan bersamanya.
Sakit, sakit yang memaksanya melangkahkan kaki menuju rumah yang tak sehat,
rumah sakit. Dokter rumah sakit pasang tarif termahal yang tak mungkin pungguk
mampu membayarnya. Hampir putus asa, tetapi tabib adalah jawabannya, hanya satu
obat yang mampu mengobati sakitnya, kata tabib itu, hati ayam, ya, hati ayam
obatnya. Pungguk berkelana mencari warung tegal (warteg) mencari apa yang
seharusnya ia cari. Bertanya pada setiap penjaga warung yang ada, na’as semua
dagangan mereka sudah habis, tak sewarungpun menyisakan obat baginya. Hanya menunggu
keajaiban, tinggalah satu warung diujung sana, remang, kumuh, dan ditepian
sungai.
“ Apa yang bisa engkau sediakan untukku wahai
pramuniaga “ .
“ Ayam, semua bagiannya ada, dan bisa aku
berikan padamu asal kau punya uang untuk membayarnya “. Pungguk tak sabaran ingin
mendapatkan apa yang telah ia cari ke sana kemari.
“ Beri aku sepotong hati ayam,
untuk sakitku yang tak bisa terobati kecuali hanya dengannya itu “
“ Tapi maaf sungguh maaf wahai
mas pungguk yang merindukan bulan, hatinya sudah milik oranglain” Jawab sang
pramuniaga warteg dengan intonasi tegas dan datar.
“Aih, sudahlah, kubeli saja satu
ayam seutuhnya biar aku bisa makan hatinya “ pinta sang pungguk dengan nada
sebal.
Tak perlu menunggu lama sang pungguk
telah mendapatkan seekor ayam utuh sampai pada brutu-brutunya dan juga nafasnya.
Bagai berkomat kamit melantunkan mantra-mantra yang tak jelas dari mana asal
muasalnya, dengan berkata-kata pungguk menodong ayam. Seketika ayam mati dan
tak bernafas lagi, karena “kata perpisahan darinya jauh lebih tajam dari
apapun”.
Usai makan hati ayam dengan usaha
dan perjuangan yang tak ternilai, pungguk haus, kemana ia harus mencari minum.
Ia kembali merayu sang pramuniaga untuk memberinya segelas air bening sebagai
penghilang dahaganya. Tetapi apa, “maaf mas, airnya habis “. Dengan hati
bergejolak dan muntab, pungguk meminta sang pramuniaga untuk menyakitinya.
“sakiti aku sekarang mba, sakiti aku, biar aku bisa minum dari air mataku
sendiri “.
Malam panjang penuh penghianatan,
pungguk benar-benar pasrah dengan nasib yang semakin menyiksanya. Rindu berat
yang hanya dipikulnya sendiri, tanpa ada yang membantu bahkan tak ada pula yang
peduli. Ketakutannya hanya satu, dia takut mati ditikam rindunya sendiri.
Demikian cerita sang pungguk yang merindukan bulan, mohon maaf apabila ada
kesama’an cerita, watk, tokoh, latar. Karena cerita hanyalah fiktif belaka.
Terimakasih sudah membaca, semoga sedikit terhibur, walau ceritanya sedikit
agak ngawur, dan semoga anda semua tidak kabur. Hehehe.
0 komentar:
Posting Komentar