Get me outta here!

Kamis, 18 Mei 2017

Sepotong Rindu Untuk Seorang yang Entah Siapa.



Angin menampar-nampar malam, dingin mencabik-cabik tulang rusuk yang tengah bengkok dan entah dimana dia berada, apakah hilang ditelan sepi atau tertukar dengan sepotong endog dalam sega brekat. Bintang, bintang jalang berserakan di cakrawala temaram. Sinarnya lembut, selembut sentuhan seorang ibu muda pada anak pertamanya. Halus terpaan cahaya rembulan, purnama ketiga belas. Bulan, bulan yang terindukan oleh seekor pungguk. Pungguk merindukan rembulan, tetapi bulan tidak merindukan pungguk. Rindu yang bertepuk sebelah tangan, ngenes, rindu semakin berdarah-darah. Cinta, apakah cinta juga semakin membiru, entah, antara harap dan putus asa. 

Dinginnya malam ini memaksa  burung hantu untuk bersembunyi di balik pelepah nyiur hijau. Burung hantu tak kelihatan, namanya juga burung hantu. Burung hantu mengejek pungguk yang kecil, hitam, kurus, dan tak bersekolah. Anak sekecil itu ditantang pecahkan teka teki sulitnya cak lontong. Anak sehitam itu berkelahi dengan dingin, dinginnya merasuk ke sum-sum tulang belakang. Tubuh menggigil, bibir membiru, dingin benar-benar mengalahkannya dan merasuki jiwanya seutuhnya. Pungguk kalah diserang dingin.

Bergaya bagai penantang tinju yang teramat tangguh, pungguk membuka baju dan merelakan dirinya ditelan dingin seutuhnya. Dia hanya punya satu alasan “ Karena lebih dingin sikap dia ke aku akhir-akhir ini “ kata sang pungguk dengan bibir bergetar kencang. 

Malam, pungguk tak lagi mengenakan bajunya, tubuhnya kurus kering nan gersang. Memaksakan kakinya untuk terus menapaki sisa jejaknya yang tercecer di setiap jalan kenangan bersamanya. Sakit, sakit yang memaksanya melangkahkan kaki menuju rumah yang tak sehat, rumah sakit. Dokter rumah sakit pasang tarif termahal yang tak mungkin pungguk mampu membayarnya. Hampir putus asa, tetapi tabib adalah jawabannya, hanya satu obat yang mampu mengobati sakitnya, kata tabib itu, hati ayam, ya, hati ayam obatnya. Pungguk berkelana mencari warung tegal (warteg) mencari apa yang seharusnya ia cari. Bertanya pada setiap penjaga warung yang ada, na’as semua dagangan mereka sudah habis, tak sewarungpun menyisakan obat baginya. Hanya menunggu keajaiban, tinggalah satu warung diujung sana, remang, kumuh, dan ditepian sungai.

 “ Apa yang bisa engkau sediakan untukku wahai pramuniaga “ .
 “ Ayam, semua bagiannya ada, dan bisa aku berikan padamu asal kau punya uang untuk membayarnya “. Pungguk tak sabaran ingin mendapatkan apa yang telah ia cari ke sana kemari.
“ Beri aku sepotong hati ayam, untuk sakitku yang tak bisa terobati kecuali hanya dengannya itu “
“ Tapi maaf sungguh maaf wahai mas pungguk yang merindukan bulan, hatinya sudah milik oranglain” Jawab sang pramuniaga warteg dengan intonasi tegas dan datar.
“Aih, sudahlah, kubeli saja satu ayam seutuhnya biar aku bisa makan hatinya “ pinta sang pungguk dengan nada sebal.

Tak perlu menunggu lama sang pungguk telah mendapatkan seekor ayam utuh sampai pada brutu-brutunya dan juga nafasnya. Bagai berkomat kamit melantunkan mantra-mantra yang tak jelas dari mana asal muasalnya, dengan berkata-kata pungguk menodong ayam. Seketika ayam mati dan tak bernafas lagi, karena “kata perpisahan darinya jauh lebih tajam dari apapun”. 

Usai makan hati ayam dengan usaha dan perjuangan yang tak ternilai, pungguk haus, kemana ia harus mencari minum. Ia kembali merayu sang pramuniaga untuk memberinya segelas air bening sebagai penghilang dahaganya. Tetapi apa, “maaf mas, airnya habis “. Dengan hati bergejolak dan muntab, pungguk meminta sang pramuniaga untuk menyakitinya. “sakiti aku sekarang mba, sakiti aku, biar aku bisa minum dari air mataku sendiri “.
Malam panjang penuh penghianatan, pungguk benar-benar pasrah dengan nasib yang semakin menyiksanya. Rindu berat yang hanya dipikulnya sendiri, tanpa ada yang membantu bahkan tak ada pula yang peduli. Ketakutannya hanya satu, dia takut mati ditikam rindunya sendiri. Demikian cerita sang pungguk yang merindukan bulan, mohon maaf apabila ada kesama’an cerita, watk, tokoh, latar. Karena cerita hanyalah fiktif belaka. Terimakasih sudah membaca, semoga sedikit terhibur, walau ceritanya sedikit agak ngawur, dan semoga anda semua tidak kabur. Hehehe.

0 komentar:

Posting Komentar