Get me outta here!

Selasa, 30 Mei 2017

" Wulan Puasa Setan Pada Dibanda "



Dari gambar ini setidaknya kita bisa memetik satu pelajaran penting. Karena dari sinilah dapat kita lihat salah satu wujud gambaran betapa besar pengaruh lingkungan terhadap tumbuh kembang anak. Bagi anak-anak, semestinya tarawih adalah situasi paling menyenangkan untuk bermain mercon, petak umpet, jonjang, dan semua jenis permainan. Malam yang sangat mengasyikan didukung dengan suasana hingar bingar bulan suci Ramadhan yang katanya setan pada dibanda, ramai orang hilir mudik di malam hari, cahaya berpendar dari lampu teras rumah yang dibuat lebih terang dari malam biasanya. 

Tetapi istilah lain ladang lain belalang sepertinya masih berlaku. Anak-anak yang dulu bebas bermain sesuka hati saat sholat tarawih. Berlari, berteriak ,meloncat, memanjat tiang, dan semua yang mengasikan menurut mereka. Lalu mendatangkan seseorang dewasa yang geram dengan ulah mereka, kemudian orang dewasa itu melontarkan kata kata yang tak mereka pahami, menjelaskan sebuah penjelasan yang tak mereka butuhkan. 

Hal yang demikian itu memang berlaku disini, dulu saat mbah tohir masih menjadi bilal sholat tarawih. Tetapi zaman terus berubah, air terus mengalir dari hulu menuju hilir. Perkembangan terus terjadi, pendidikan penduduk semakin meningkat. Pengaruhnya adalah pada sistem yang berlaku di sini saat ini. Sekarang jika kita ingin melihat anak-anak yang bermain saat sholat tarawih, kita hanya bisa menemui anak-anak balita yang itupun juga disambi mamaknya ikut traweh. Sedangkan anak-anak usia tanggung dan remaja dan sedikit dewasa, mereka sedang melaksanakan sholat taraweh berjamaah. Dimana muadzin, bilal, Imam, dan pengkultum berasal dari mereka. 

Namun jika dilihat dari gambar yang kami sajikan sepertinya kurang proporsional. Tatanan yang terlihat seperti berantakan dan tak beraturan. Tapi sesungguhnya inilah aturan mainnya kawan. Anak yang kecil akan enggan bermain jika disebelahnya adalah anak yang besar. Maka sesungguhnya susunan yang seperti inilah yang akan mengurangi angka penyelewengan anak saat sholat berlangsung. Sisipkan anak yang sedikit dewasa ditengah anak yang kurang dewasa. Maka keinginan mereka untuk saling menggoda akan semakin tertekan. 

Strategi semacam ini jarang dilakukan, karena memang untuk menjalankannya butuh banyak hal. Butuh lingkungan yang mendukung, tempat yang lebih, pemahaman yang mendalam, tenaga yang cukup, serta sumber daya manusia yang memadai. Semua saling berkaitan erat antara satu dengan yang lainnya. Satu yang terpenting adalah lingkungan. 

Sebenarnya ini menyempitkan hak anak dalam menikmati dunianya untuk bermain, bermain, dan terus bermain. Atau memberi pelajaran melalui pembiasaan dan lingkungan tanpa perlu memberi penjelasan? Disinilah hal yang semacam itu berlaku. Lain ladang lain belalang, lain tempat lain kebudayaan, disinilah ladang kami, Ngasinan islamic country.

Selasa, 23 Mei 2017

Pendidikan Berbanding Lurus Dengan Selera Tontonan.



Awal dari semua apa yang akan kutuliskan adalah bermula dari siang itu, kami beberapa remaja alay berkumpul di suatu tempat, kemudian kami berpura-pura membaca buku. Kemudian bosan, karena memang tak berbakat membaca mungkin, dan butuh keheningan tersendiri bagi seorang audiotory untuk menikmati kesendiriannya bersama susunan kata-kata. Munculah ide secara tiba-tiba saja tentang membaca yang lain, membaca keadaan dan membaca keresahan. Dan dari keresahan inilah kami saling membaca, mengeluarkan hasil bacaannya masing-masing. 

Keresahan pertama adalah tentang jenis tontonan yang disajikan oleh pertelevisian indonesia saat ini. Bukan, sungguh kami bukan haters tontonan yang tak bisa dijadikan tuntunan itu. Hanya saja kami geram dengan apa yang menjadi dampak dari tontonan yang seharusnya tak jadi tuntunan malah justru dijadikan tuntunan bagi remaja kebanyakan. Tak hanya remaja saja, anak-anak beserta emak-emaknya juga tak mau kalah saing dalam dampak yang kurang menguntungkan. Dampaknya sangat menyayat hati, melukai moral, dan menghianati kebenaran sejati. Lalu apa yang bisa kita perbuat untuk menyikapi keresahan ini?

Boy mati satu tumbuh seribu, tukang bubur yang naik haji nggak pulang-pulang, semua yang berbau keindia indiaan, anak langit, anak jalanan, anak sekolah, anak jalanan sekolah di langit. Harusnya jika dilihat dari judul sinetronnya maka sudah sangat baik, anak jalanan saja sudah mau sekolah, sekolahnya bahkan di langit, ini sebuah mimpi yang mulia. Katakan cinta katakan putus, yuk jadian, ngrumpi basa basi, aih penat sekali kepala ini untuk bisa berfikir positif terhadap jenis tontonan yang memuakan ini.

Nilai edukasi lama-lama luntur disiram dengan nilai kepentingan sebagian orang yang bahkan masa bodoh sama yang namanya dampak buruk. Asal perut kenyang, peduli apa dengan dampak yang ditimbulkan. Dari peristiwa inilah kami berpesan, “ makanlah yang banyak supaya kita bisa berfikir jernih, mendalam dan realistis ”. Yang mereka kejar bukan kualitas, tetapi rating dan daya jual di pasaran. Nah, berarti masyarakat yang membeli dong yang salah. Nahkan jadi mikir. Padahal kita mau beli yang mahal tapi adanya yang murah, yaudah terpaksa beli yang murah, daripada tak ada yang dibeli sama sekali.

Kemanakah kualitas orang pertelevisian yang dulu kreative, inovative, dan peduli terhadap dampak yang ditimbulkan. Apakah yang berkualitas terkalahkan sama yang lebih ngehits, tenar, dan asal bapak senang? Apakah dunia hiburan di negeri ini sepenuhnya dikuasai oleh orang-orang yang pandai membual, dan susah menerima kritik saran? Atau mereka terpaksa mengalah pada nasib?

Ingatkah kalian dengan beberapa jenis tontonan zaman dulu, zaman dimana seharusnya orang lebih culun dan kuper dari hari ini. Tetapi banyak tontonannya yang menginspirasi dan menyejukan hati. Keluarga cemara misalnya, sidoel anak sekolahan, dan sejenisnya. Kemanakah inisiator yang seperti itu, mereka harus mengalah dari sang pencetus sinetron manusia macan-macanan, halilintar menyambar, dan semua jenis sinetron percintaan anak sekolah yang rok cewenya berada di atas lutut, membuat kami jadi ser seran saat melihatnya, serta membuat yang cewe jadi kepingin mengikuti gayanya.

Kami bisa pacaran, kami bisa cinta-cintaan, kami bisa ciuman, pelukan, ya karena apa yang kami tonton dari televisi kotak yang jika tak dialiri listrik tak sudi kami melihatnya berlama-lama. Tampilan dan model pakaian yang kami kenakan, model pergaulan, adalah perwujudan dari jenis tontonan. Pertanyaannya, adakah modus dibalik semua ini, adakah pembiaya yang mendalangi semua ini? Jawab sendiri-sendiri sambil merenung dan mencari-cari dari berbagai sumber yang dapat dipercaya.

Sehingga sebagai seorang remaja yang mengaku sebagai pelajar, maka belajarlah dari hal semacam ini. Selaku pendidik maka didiklah generasi sesuai dengan zamannya. Sebagai orangtua, asuhlah anak-anak dengan asuhan yang keren, tak perlu saklek dan sepaneng, tetapi terbuka i tu lebih enak, iya kan, yang terbuka biasanya memang lebih enak, meskipun cepat basi, eh. Belajarlah lebih arif dan bijaksana, jangan bijaksini terus. Hal yang dapat kita lakukan adalah :

1. Menyortir jenis tontonan yang akan kita tonton.
Karena tontonan dewasa pasti kurang sesuai dengan dunia anak-anak, tontonan yang mengandung unsur pembodohan dan repeatisasi akan mengurung pemikiran. Pilihlah jenis tontonan yang mampu dan sanggup dijadikan tuntunan, bagi kita, bagi anak-anak kita, bagi emak-emak. Karena sebuah tontonan pasti punya genre tersendiri. Anak-anak nonton kartun yang penih dengan imajinasi, bapak-bapak nonton berita politik, emak-emak nonton tutorial hijab dan dunia masak memasak. Jangan dicampur-campur atuh, jangan heran kalo anak abg smp sudah mahir pake gincu dan hijab yang muter-muter penuh dengan hiasan bunga beserta pohon-pohonnya. Pantaslah, tontonan yang keliru. Emak-emak jadi lebih fasih dalam menggosip karena mempunyai bekal yang cukup dari acara gosip yang diputar setiap pagi, siang, dan sore. Lalu yang bapak-bapak jadi uring-uringan karena tak kebagian jatah remot untuk nonton perpolitikan, otomotif, perpetualanagn, karena lebih memilih  mengalah demi kesenangan anak istri.

2. Membatasi waktu untuk menonton
Karena ada waktu-waktu yang sebaiknya digunakan untuk bersantai di depan televisi, ada waktunya mengaji, ada waktunya siap-siap berangkat sekolah, berangkat kerja, ada waktunya berkumpul dengan masyarakat. Semua sudah terwaktu-waktu, tak semua waktu habis disita oleh layar datar memancarkan cahaya berwarna-warni. Karena waktu pula, mereka penguasa dunia televisi menyisipkan acara-acara yang menarik di waktu-waktu yang menarik pula. Pagi saat anak-anak bangu tidur, sajikan kartun supaya anak cepat bangun, melek, dan lupa subuhan. Bagi emak-emak sajikan invotaiment supaya lupa masak. Maghrib datang, sinetron terbaik dirilis diwaktu itu, tontonan hiburan menggairahkan tak boleh terlewatkan. Jadi saat emak-emak memerintahkan anak-anaknya untuk pergi mengaji dan solat jamaah di mushola atau masjid bisa sambil nonton tipi. Ini lebih asik kan, nak ngaji dulu, belajar dulu sana, mama mau nonton tivi ya.

3. Mendampingi anak saat nonton tivi
Anak akan lebih rikuh melihat adegan aduhai saat ditemani oleh ayah ibunya, atau malah justru ibunya yang menganjurkan. Itu nak, contoh kakak yang di tipi itu, bajunya bagus, nyetrit, pacarnya banyak, pandai pelukan, pandai ciuman, kamu yang pandai pelukan ya nak. Atau setidaknya orangtua memberikan rambu-rambu, pelajaran, dari apa yang sedang ditonton oleh anaknya. Atau justru mengganti tontonan anak dengan tontonan yang disukai oleh emaknya. Intinya, jika anak didampingi pasti jauh lebih terkontrol dan terarah tontonannya.

4. Menonton seperlunya
Berbeda antara seperlunya dengan secukupnya. Kalau seperlunya artinya jika tak perlu yasudah lewatkan, tetapi kalau secukupnya maka sampai kapanpun tak akan cukup. Jangan overdosis dalam menonton tipi, karena dapat menyebabkan mata merah, wajah berminyak, muka pucat, bibir pecah-pecah. Overdosis dalam hal apapun pasti tak bisa dibenarkan apapun alasannya. Termasuk juga nonton tipi. Tontonlah tipi untuk mengetahui informasi terkini, untuk hiburan disaat lelah mengerjakan berbagai hal, bukan malah dijadikan pekerjaan utama. Bagi mereka yang kerja di dunia pertelevisian memang mendapatkan hasil dari berdiam diri lama di depan layar, nah kita tak dapat apa-apa kecuali kepuasan yang sebenarnya tak puas-puas amat.

5. Tanamkan pondasi yang kokoh.
Baik bagi orangtua, anak, remaja, cewe, cowo. Jika sudah mempunyai pondasi yang kuat maka tak mudah goyah. Pohon yang menanam dari biji jauh lebih kokoh daripada pohon cangkokan. Pondasinya bisa dalam bentuk apasaja, yang penting pondasi kebaikan. Inilah nilai terpenting dari semua yang ada dalam keresahan ini. Moral, akhlak, karakter, dan semua yang mengandung unsur kebaikan. Karena dengan pondasi itulah, kita tak akan mudah tergoyahkan dengan angin isu huru hara, dengan rayuan manis pemanis biang. Tetap berjalan pada garis yang sudah tergariskan. Jadi inti dari semua ini adalah kembali pada diri sendiri, jika tak bisa menyalahkan mereka, jika tak bisa berbuat banyak untuk dunia pertelevisian kita, setidaknya kita mempunyai benteng pertahanan sendiri dan memulainya dari diri sendiri, keluarga, sahabat, dan kerabat. Insyaalloh di beberapa tahun mendatang pertelevisian kita mendapatkan hidayah untuk kembali menjadikan tontonan yang mendidik, menginspirasi, menyejukan, dan tentunya bisa dijadikan tuntunan.

Kamis, 18 Mei 2017

Sepotong Rindu Untuk Seorang yang Entah Siapa.



Angin menampar-nampar malam, dingin mencabik-cabik tulang rusuk yang tengah bengkok dan entah dimana dia berada, apakah hilang ditelan sepi atau tertukar dengan sepotong endog dalam sega brekat. Bintang, bintang jalang berserakan di cakrawala temaram. Sinarnya lembut, selembut sentuhan seorang ibu muda pada anak pertamanya. Halus terpaan cahaya rembulan, purnama ketiga belas. Bulan, bulan yang terindukan oleh seekor pungguk. Pungguk merindukan rembulan, tetapi bulan tidak merindukan pungguk. Rindu yang bertepuk sebelah tangan, ngenes, rindu semakin berdarah-darah. Cinta, apakah cinta juga semakin membiru, entah, antara harap dan putus asa. 

Dinginnya malam ini memaksa  burung hantu untuk bersembunyi di balik pelepah nyiur hijau. Burung hantu tak kelihatan, namanya juga burung hantu. Burung hantu mengejek pungguk yang kecil, hitam, kurus, dan tak bersekolah. Anak sekecil itu ditantang pecahkan teka teki sulitnya cak lontong. Anak sehitam itu berkelahi dengan dingin, dinginnya merasuk ke sum-sum tulang belakang. Tubuh menggigil, bibir membiru, dingin benar-benar mengalahkannya dan merasuki jiwanya seutuhnya. Pungguk kalah diserang dingin.

Bergaya bagai penantang tinju yang teramat tangguh, pungguk membuka baju dan merelakan dirinya ditelan dingin seutuhnya. Dia hanya punya satu alasan “ Karena lebih dingin sikap dia ke aku akhir-akhir ini “ kata sang pungguk dengan bibir bergetar kencang. 

Malam, pungguk tak lagi mengenakan bajunya, tubuhnya kurus kering nan gersang. Memaksakan kakinya untuk terus menapaki sisa jejaknya yang tercecer di setiap jalan kenangan bersamanya. Sakit, sakit yang memaksanya melangkahkan kaki menuju rumah yang tak sehat, rumah sakit. Dokter rumah sakit pasang tarif termahal yang tak mungkin pungguk mampu membayarnya. Hampir putus asa, tetapi tabib adalah jawabannya, hanya satu obat yang mampu mengobati sakitnya, kata tabib itu, hati ayam, ya, hati ayam obatnya. Pungguk berkelana mencari warung tegal (warteg) mencari apa yang seharusnya ia cari. Bertanya pada setiap penjaga warung yang ada, na’as semua dagangan mereka sudah habis, tak sewarungpun menyisakan obat baginya. Hanya menunggu keajaiban, tinggalah satu warung diujung sana, remang, kumuh, dan ditepian sungai.

 “ Apa yang bisa engkau sediakan untukku wahai pramuniaga “ .
 “ Ayam, semua bagiannya ada, dan bisa aku berikan padamu asal kau punya uang untuk membayarnya “. Pungguk tak sabaran ingin mendapatkan apa yang telah ia cari ke sana kemari.
“ Beri aku sepotong hati ayam, untuk sakitku yang tak bisa terobati kecuali hanya dengannya itu “
“ Tapi maaf sungguh maaf wahai mas pungguk yang merindukan bulan, hatinya sudah milik oranglain” Jawab sang pramuniaga warteg dengan intonasi tegas dan datar.
“Aih, sudahlah, kubeli saja satu ayam seutuhnya biar aku bisa makan hatinya “ pinta sang pungguk dengan nada sebal.

Tak perlu menunggu lama sang pungguk telah mendapatkan seekor ayam utuh sampai pada brutu-brutunya dan juga nafasnya. Bagai berkomat kamit melantunkan mantra-mantra yang tak jelas dari mana asal muasalnya, dengan berkata-kata pungguk menodong ayam. Seketika ayam mati dan tak bernafas lagi, karena “kata perpisahan darinya jauh lebih tajam dari apapun”. 

Usai makan hati ayam dengan usaha dan perjuangan yang tak ternilai, pungguk haus, kemana ia harus mencari minum. Ia kembali merayu sang pramuniaga untuk memberinya segelas air bening sebagai penghilang dahaganya. Tetapi apa, “maaf mas, airnya habis “. Dengan hati bergejolak dan muntab, pungguk meminta sang pramuniaga untuk menyakitinya. “sakiti aku sekarang mba, sakiti aku, biar aku bisa minum dari air mataku sendiri “.
Malam panjang penuh penghianatan, pungguk benar-benar pasrah dengan nasib yang semakin menyiksanya. Rindu berat yang hanya dipikulnya sendiri, tanpa ada yang membantu bahkan tak ada pula yang peduli. Ketakutannya hanya satu, dia takut mati ditikam rindunya sendiri. Demikian cerita sang pungguk yang merindukan bulan, mohon maaf apabila ada kesama’an cerita, watk, tokoh, latar. Karena cerita hanyalah fiktif belaka. Terimakasih sudah membaca, semoga sedikit terhibur, walau ceritanya sedikit agak ngawur, dan semoga anda semua tidak kabur. Hehehe.

Kalau Cinta Biasa Saja, Kalau Benci Jangan Lebay.



Bukan perkara mudah susah, ini tentang perkara yang tak perlu diungkit-ungkit lagi. Tentang rasa yang tak seharusnya dirasa, tentang prinsip yang seharusnya semakin hari semakin sip. Tak perlu berfikir panjang kali lebar untuk menentukan langkah ini. Haluan yang memukulku ke berbagai arah harus kutepis sampai aku terkapar tak berdaya. Aku kalah dan aku tersungkur di tebing setinggi harapanmu pada angin yang semakin bergemuruh. Lemah, adalah hak semua insan yang tak kamil yang selalu pasrah saat dicoba dan digoda dengan rayuan maut zulaikha. 

Ini lebih mirip tentang kebengisan menye-menyenya cinta yang durja, cinta ngehek yang semakin meranum saat ditangkis oleh kedua tangan. Ini hukum alam, sesuatu terasa semakin indah jika tak berpihak kepada kita, nah inilah cikal bakalnya iri dan dengki. Begitupun dengan mantan, semakin ditinggalkan semakin menggiurkan. Tapi apalah arti sebuah mantan, hanya gelar untuk orang yang salah jalan. Tersesat dan singgah untuk sementara waktu di hati yang tengah gundah ditambah gulana. Jadi, tak perlu mengenang mantan, karena mantan bukanlah pahlawan yang harus dikenang. Dan tak ada mantan pahlawan, yang ada hanyalah mantannya pahlawan. uh, apa sih kiye?

Dalam pencarian ditengah penantian yang semakin melelahkan, kutemukan hukum keadaan. Ada dua hal yang jika ditinggalkan akan semakin indah. Satu sekolahan, dua mantan. 

Seperti kebanyakan yang kita tahu tanpa bulat, sekolah tempat dulu kita menempa diri, menuntut ilmu yang tak seharusnya dituntut karena memang ilmu tak bersalah. Kini setelah kita tinggalkan, jadi semakin maju, fasilitas semakin lengkap, kegiatan semakin banyak dan menarik. Padahal dulu mah biasa biasa aja tuh. Begitupun dengan mantan, jika dulu semua yang ada padanya sangat didamba dambakan (pas pedekate tuh ya) pas deket deketnya semua terasa biasa saja, tak ada yang sitimewa. Namun setelah kita putus, iya aku yang memutuskannya. Memutuskan untuk menerima dia memutuskanku. Semua berubah menjadi lebih indah, seperti ada radiasi keharuman semerbak yang memancar dari setiap tatapannya. Dan saat kita sudah nyaman dan mapan tanpa godaan, tiba tiba mantan nanyain keadaan. Ah, ini yang menyulitkan proses permove onan ternyata.

Bukan, bukan anti pacaran dan bukan pendamba cinta yang menye-menye. Yang ditengah tengah saja, karena katanya sebaik baik perkara adalah yang ditengah – tengah. Bersosialisasi tentang haramkan dunia pacaran yang menjadi trend bagi para remaja nanti dikira sok suci, padahal sih aku suci terus yah, kapan aku datang bulan? Emangnya eke cowo apapun. Hihh.. gigu. 

Menyanjung nyanjung cinta dan wanita dikira plagiat dan penikmat dosa. Sudahlah, persetan apa dengan penilaian kebenaran. Karena yakinkan saja bahwa kebenaran itu ada tiga. Satu kebenaran menurut diri sendiri, dua kebenaran menurut sosial norma dan agama, tiga kebenaran yang hakiki kebenaran yang sejati. Terkait prespektif kebenaran itu sendiri bodo amat, amat aja gak bodo kok.

Cinta dan pacaran itu beda, beda jauh. Cinta dan ketertarikan juga beda, beda agak jauh. Asal tak bisa membedakannya maka senewenlah hasilnya. 

Pacaran itu saat dua insan saling tertarik saling suka kemudian bermain bersama setan di sepi sepian. Nah sebelum kita gali lebih dalam. Setan itu jangan dikira hanya makhluk astral yang tak kasat mata dan sukanya nakut nakutin yah. Setan juga bisa berasal dari ukhti solekhah yang bersolek indah dihadapanku dengan belaian angin yang berkesiur mesra. Setan juga bisa berasal dari dalam bisikan hati yang tertlak berulang kali oleh nurani namun memenangi pertandingan dalam hati. Setan juga saat ada dua cewe cowo bukan muhrim bermesraan maka obat nyamuk adalah setan. Eh, tau kan kata obat nyamuk?. Setan itu adalah perlambang perwatakan manusiayang tak terlihat bahkan oleh sang pemilik watak itu sendiri. Setan berasal dari dua jenis makhluk, minal jinnati wannas, berasal dari jin dan manusia. 

Sedangkan yang namanya sepi juga tak harus di kuburan kan, di pasar juga bisa merasa sepi, di alun alun juga bisa merasa sepi, telinga juga bisa sepi jika diundang adzan berulang kali tak mendengar, waktu diundang dosen langsung datang, apa perlu dosen yang adzan. Sepi itu definisi dari hampa, kosong, kosong adalah isi, isi adalah kosong, biksu tong. Kadang juga sering merasa juga kan, merasa sepi di tengah keramaian dan merasa hingar bingar ditengah keheningan. Termasuk di keramaian asal tak ada yang mengganggu kalin berdua, itu namanya juga sepi. Saat ada di jalan di atas motor, itu juga sepi.

Ketertarikan itu ya asal lihat cewe cantik baik berhijab atau anak bupati (buka paha tinggi tinggi) asal saat pertama kali melihatnya dan berkata, wah cantiknyahh. Tertarik tak harus cinta kan, contohnya saja saat lewat di pasar, melihat suatu barang,lalu tertarik dan mendekat. Uiiihh, tasnya lucu yah, sejak kapan ada tas lucu, nglawak yah tuh tas kok bisa lucu. Kemudian dilihatinya tas itu dekat dekat, dilirik sana lirik sini detail detail, dipegangnya, ahh jangan, lalu bertanya pada pembelinya, ah mahal. Lalu tak jadi beli, tak punya uang. Berarti tertarik tak harus beli kan? Tertarik bukan berati cinta kan. Nah, omong kosong apa cinta pada pandang pertama. 

Jadi, sekalipun kau pendamba cinta dan wanita, bukan berarti harus lebay dalam memaknai pacaran. Lakukan apapun semaumu, asal satu, jangan merugikan siapapun. Kamu pacaran ,kamu jebol benteng pertahanan, itu namanya juga merugikan kan. Kamu tidak pacaran lalu kamu curi curi pandang, kamu tertarik lalu kamu simpan dalam dalam desiran darah saat melihatnya, kau tuliskan dalam sajak sajak indah bermajas metafora hiperbola. Inikah yang namanya cinta dalam diam, ini tak alay ini tak lebay dan inilah keindahan. Sudah, jangan salahkan jangan tuduh jangan sindir dan jangan apapun, termasuk jangan emi dan jangan kering ditambah endog, jadilah sega brekat tahlilan yang nikmat. Kita berbuat karena memang harus berbuat, bukan karena siapapun dan bukan karena apapun. Kita yang berbuat, orang lain yang menilai dan Tuhan yang menentukan.