Get me outta here!

Kamis, 13 April 2017

Namanya juga guru lagu, pantaslah jika sukanya lagu-laguan.

Pagi yang cerah, kusapa anak-anak penuh kebanggaan. Bagaimana kabarnya teman-teman? Alhamdulillah, luar biasa, penuh cinta, eaa.

Sebuah pertanyaan muncul dalam benak yang semakin mangkal untuk berfikir tentang banyak hal secara  rasional. Bertanya tentang guru, adakah guru yang otaknya geser (njomplang), adakah guru yang bocor alus, kurang rong ons dan minus? Ini realita bagi saya, guru macam apa jika beginalah keadaannya.

Yang menjadi prioritas sekarang bukan itu, karena itu tak terlalu penting. Yang lebih penting bagi kita sebagai guru adalah jangan berkeinginan  menjadi guru yang sebatas guru lagu, guru gatra, dan guru wilangan. Sungguh itu sangat miris jika dijadikan prioritas bagi guru-guru kita. You know lah apa itu guru lagu, guru wilangan. Hah, apa, belum tau. Okelah kalau dipaksa, akan aku kasih tahu sedikit tentang guru lagu dan guru wilangan.

Guru lagu merupakan istilah untuk guru yang sukanya lagu-laguan.Bukan, bukan guru seni budaya yang suka mendendangkan lagu, bukan pula guru hadroh, guru music, guru vocal. Guru lagu yang satu ini  sukanya landa-landahan, dolan-dolan sok ngehits sosialita dan sejenisnya. Lenjehan, kemayu, gemagus, kakehen gaya, kakehen oklek, sok oke punya dah. Hindarkan kami dari jenis guru yang demikian itu wahai Tuhan.

Sedangkan guru wilanagan merupakan guru yang sukanya itungan. Bukan, bukan guru matematika, kimia dan ilmu eksak lainnya. Guru wilangan itu guru yang apa apanya itungan, diperhitungkan secara detail. Tak boleh ada yang kurang dan harus selalu ada yang lebih. Atau tak boleh ada yang lebih harus selalu kurang. Bolak balik oke pokoke. Ngarti kana pa maksudnya, mencari berbagai kesempatan bahkan ditengah kelonggaran, apalagi di kesempitan. Ahh..yess.. semakin sempit semakin yahut kan.

Tentang guru lagu dan guru wilanagn, lewatkan, bukan itu yang ingin kukaji lebih dalam di argument kali ini. Melainkan jargon-jargon yang sangat erat dengan sebutan guru. Setidaknya  sebagai guru kita harus mengerti betul tentang apa itu guru, tak boleh asal asalan gitu dong. Minimal mengerti lima jargon yang kutemukan diberbagai perjumpaan dan pertemuan di sekitar guru-guru yang berseliweran disekitarku. Yuk ungkit  bareng-bareng.

1. Guru ; Digugu lan ditiru

Guru adalah sosok yang sangat dirindukan kehadirannya dan dinantikan ilmunya. Makannya guru pantas dijadikan panutan, patokan, dan acuan, dengan catatan bukan guru lagu dan guru wilangan. Setiap perkataan guru adalah perkataan yang bisa digugu (didengarkan, lalu diamalkan) oleh murid-muridnya. Perilaku guru adalah perilaku yang mencerminkan perilaku seorang yang terdidik dan pantas untuk dicontoh oleh murid-muridnya.


2.Guru : Glugu turu

Kedudukan guru hanyalah sebatas glugu (pohon kelapa ) yang turu (terbentang). Fungsinya untuk menjembatani murid-muridnya, mengantarkannnya menjadi orang-orang sukses dunia dan akhirat. Bagi seorang guru, tak ada yang lebih istimewa daripada mendengar murid-muridnya telah hidup bahagia dan bermanfaat bagi orang banyak. Kebahagiaan tersendiri bagi guru jika mendengar atau melihat muridnya telah menjadi insinyur, pejabat, tentara, polisi, atau apapun. Lebih bahagia lagi jika mereka masih mengingat kita. Jikapun tidak, itu bukan masalah. Disinilah nilai keikhlasan tingkat tinggi yang tak perlu disebutkan lagi.


3. Guru : Wagu tur saru

Jangan sampai menjadi sosok guru yang hanya wagu dalam pikiran, perkataan perbuatan. Ini sama halnya menjadi guru lagu yang sukanya lagu-laguan dan wagu-waguan. Jangan juga jadi guru yang saru, nginum wedange tamu misalnya. Saru itu ya kalau dilihat  kurang pantas, tidak sesuai dengan norma dan itu melanggar berbagai hak asasi khalayak ramai. Saru berkaitan erat dengan etitude, moral, dan perilaku. Jangan jadi guru yang wagu tur saru.


4. Guru : nek minggu turu

Ini kebiasaan yang sudah diketahui oleh banyak orang. Hari minggu sekolah libur, maka bagi seorang guru ini adalah waktu yang sangat romantic untuk bersendau gurau mesra dengan kasur, selimut, dan bantal guling mambu pesing. Apalagi setelah setumpuk aktivitas yang sangat melelahkan selama sepekan terakhir. Namun tidak selamanya prespektif ini dibenarkan, tidur dipagi yang indah melewatkan matahari terbit merekah, meninggalkan kewajiban sholat shubuh. Ini sebenarnya merugi sekali.

Bahkan bagi seorang guru inisiatif, jadwal hari minggunya sudah penuh selama sebulan ke depan. Sudah terisi dengan berbagai agenda padat yang jarang ditemui sehari-hari. Bersepeda dipagi hari, mengunjungi sanak family, berkencan dengan sang do’i. Eh, yang ini enggak ya. Menghadiri berbagai seminar, kegiatan. Atau cukup dirumah dengan mencuci pakaiaian, ngepel, nyapu, menyayangi hewan ternak misalnya. Apapun yang tidak dilakukan di hari biasa, bisa dilakukan di hari minggu. Maka kurang pas jika minggunya guru dihabiskan dengan turu.

5. Guru ; diguyu lan ditinggal turu

Hehe, untuk yang satu ini mungkin pas buat sosok guru yang krik-krik yah. Jika perkataannya saja tak sanggup dinikmati oleh murid-muridnya maka cukup tertawakan dan tinggal tidur. Meski dengan alasan apapun ini tak akan dibenarkan. Kembalikan lagi ke sosok gurunya. Mana mungkin murid akan rela meninggalkan tidur jika pelajarannya begitu asik untuk dicerna, diikuti dan dinikmati. Atau bahkan menjadi moment yang mengesalkan jika melewatkan cerita happy dari guru untuk menertawakannya bersama-sama. Maka, hanya guru yang krik-krik yang akan diguyu dn ditinggal turu oleh murid-muridnya.

Demikian lima jargon tentang guru yang telah berhasil  aku dapatkan. Jika ada yang belum aku ketahui, dengan senang hati jika kamu mau ngasih tahu aku tentang jargon tambahan. Kiranya apapun yang ada pada diri kita, itulah yang terbaik untuk kita. Semoga kita selalu istiqomah dalam menjalankan amanah. Karena bisa menjadi guru dan mengerti hakikatn guru adalah anugrah terindah. Dan ini jalan yang penuh berkah.

0 komentar:

Posting Komentar