Pagi yang cerah, kusapa anak-anak penuh kebanggaan. Bagaimana
kabarnya teman-teman? Alhamdulillah, luar biasa, penuh cinta, eaa.
Sebuah
pertanyaan muncul dalam benak yang semakin mangkal untuk berfikir tentang
banyak hal secara rasional. Bertanya
tentang guru, adakah guru yang otaknya geser (njomplang), adakah guru yang
bocor alus, kurang rong ons dan minus? Ini realita bagi saya, guru macam apa
jika beginalah keadaannya.
Yang
menjadi prioritas sekarang bukan itu, karena itu tak terlalu penting. Yang lebih
penting bagi kita sebagai guru adalah jangan berkeinginan menjadi guru yang sebatas guru lagu, guru
gatra, dan guru wilangan. Sungguh itu sangat miris jika dijadikan prioritas
bagi guru-guru kita. You know lah apa itu guru lagu, guru wilangan. Hah, apa,
belum tau. Okelah kalau dipaksa, akan aku kasih tahu sedikit tentang guru lagu
dan guru wilangan.
Guru
lagu merupakan istilah untuk guru yang sukanya lagu-laguan.Bukan, bukan guru
seni budaya yang suka mendendangkan lagu, bukan pula guru hadroh, guru music,
guru vocal. Guru lagu yang satu ini
sukanya landa-landahan, dolan-dolan sok ngehits sosialita dan
sejenisnya. Lenjehan, kemayu, gemagus, kakehen gaya, kakehen oklek, sok oke
punya dah. Hindarkan kami dari jenis guru yang demikian itu wahai Tuhan.
Sedangkan
guru wilanagan merupakan guru yang sukanya itungan. Bukan, bukan guru
matematika, kimia dan ilmu eksak lainnya. Guru wilangan itu guru yang apa
apanya itungan, diperhitungkan secara detail. Tak boleh ada yang kurang dan
harus selalu ada yang lebih. Atau tak boleh ada yang lebih harus selalu kurang.
Bolak balik oke pokoke. Ngarti kana pa maksudnya, mencari berbagai kesempatan
bahkan ditengah kelonggaran, apalagi di kesempitan. Ahh..yess.. semakin sempit
semakin yahut kan.
Tentang
guru lagu dan guru wilanagn, lewatkan, bukan itu yang ingin kukaji lebih dalam
di argument kali ini. Melainkan jargon-jargon yang sangat erat dengan sebutan
guru. Setidaknya sebagai guru kita harus
mengerti betul tentang apa itu guru, tak boleh asal asalan gitu dong. Minimal
mengerti lima jargon yang kutemukan diberbagai perjumpaan dan pertemuan di
sekitar guru-guru yang berseliweran disekitarku. Yuk ungkit bareng-bareng.
1.
Guru ; Digugu lan ditiru
Guru
adalah sosok yang sangat dirindukan kehadirannya dan dinantikan ilmunya.
Makannya guru pantas dijadikan panutan, patokan, dan acuan, dengan catatan
bukan guru lagu dan guru wilangan. Setiap perkataan guru adalah perkataan yang
bisa digugu (didengarkan, lalu diamalkan) oleh murid-muridnya. Perilaku guru
adalah perilaku yang mencerminkan perilaku seorang yang terdidik dan pantas
untuk dicontoh oleh murid-muridnya.
2.Guru
: Glugu turu
Kedudukan
guru hanyalah sebatas glugu (pohon kelapa ) yang turu (terbentang). Fungsinya
untuk menjembatani murid-muridnya, mengantarkannnya menjadi orang-orang sukses
dunia dan akhirat. Bagi seorang guru, tak ada yang lebih istimewa daripada
mendengar murid-muridnya telah hidup bahagia dan bermanfaat bagi orang banyak.
Kebahagiaan tersendiri bagi guru jika mendengar atau melihat muridnya telah
menjadi insinyur, pejabat, tentara, polisi, atau apapun. Lebih bahagia lagi
jika mereka masih mengingat kita. Jikapun tidak, itu bukan masalah. Disinilah
nilai keikhlasan tingkat tinggi yang tak perlu disebutkan lagi.
3.
Guru : Wagu tur saru
Jangan
sampai menjadi sosok guru yang hanya wagu dalam pikiran, perkataan perbuatan.
Ini sama halnya menjadi guru lagu yang sukanya lagu-laguan dan wagu-waguan.
Jangan juga jadi guru yang saru, nginum wedange tamu misalnya. Saru itu ya
kalau dilihat kurang pantas, tidak sesuai
dengan norma dan itu melanggar berbagai hak asasi khalayak ramai. Saru
berkaitan erat dengan etitude, moral, dan perilaku. Jangan jadi guru yang wagu
tur saru.
4.
Guru : nek minggu turu
Ini
kebiasaan yang sudah diketahui oleh banyak orang. Hari minggu sekolah libur,
maka bagi seorang guru ini adalah waktu yang sangat romantic untuk bersendau
gurau mesra dengan kasur, selimut, dan bantal guling mambu pesing. Apalagi
setelah setumpuk aktivitas yang sangat melelahkan selama sepekan terakhir.
Namun tidak selamanya prespektif ini dibenarkan, tidur dipagi yang indah
melewatkan matahari terbit merekah, meninggalkan kewajiban sholat shubuh. Ini
sebenarnya merugi sekali.
Bahkan
bagi seorang guru inisiatif, jadwal hari minggunya sudah penuh selama sebulan
ke depan. Sudah terisi dengan berbagai agenda padat yang jarang ditemui
sehari-hari. Bersepeda dipagi hari, mengunjungi sanak family, berkencan dengan
sang do’i. Eh, yang ini enggak ya. Menghadiri berbagai seminar, kegiatan. Atau
cukup dirumah dengan mencuci pakaiaian, ngepel, nyapu, menyayangi hewan ternak
misalnya. Apapun yang tidak dilakukan di hari biasa, bisa dilakukan di hari
minggu. Maka kurang pas jika minggunya guru dihabiskan dengan turu.
5.
Guru ; diguyu lan ditinggal turu
Hehe,
untuk yang satu ini mungkin pas buat sosok guru yang krik-krik yah. Jika
perkataannya saja tak sanggup dinikmati oleh murid-muridnya maka cukup
tertawakan dan tinggal tidur. Meski dengan alasan apapun ini tak akan
dibenarkan. Kembalikan lagi ke sosok gurunya. Mana mungkin murid akan rela
meninggalkan tidur jika pelajarannya begitu asik untuk dicerna, diikuti dan
dinikmati. Atau bahkan menjadi moment yang mengesalkan jika melewatkan cerita
happy dari guru untuk menertawakannya bersama-sama. Maka, hanya guru yang
krik-krik yang akan diguyu dn ditinggal turu oleh murid-muridnya.
Demikian
lima jargon tentang guru yang telah berhasil
aku dapatkan. Jika ada yang belum aku ketahui, dengan senang hati jika
kamu mau ngasih tahu aku tentang jargon tambahan. Kiranya apapun yang ada pada
diri kita, itulah yang terbaik untuk kita. Semoga kita selalu istiqomah dalam
menjalankan amanah. Karena bisa menjadi guru dan mengerti hakikatn guru adalah
anugrah terindah. Dan ini jalan yang penuh berkah.
0 komentar:
Posting Komentar