Get me outta here!

Rabu, 12 April 2017

Menunggu runtuhnya perpustakaan kita



Jika saat bel istirahat berbunyi, kantin lebih diminati oleh siswa dan siswi ketimbang perpustakaan. Maka hampir bisa dipastikan mereka sungguh akan terpenuhi kesehatan fisiknya, terjamin kebugaran badannya, tetapi tidak dengan perkembangan pengetahuannya. Keterbelakangan macam apa yang harus diterima oleh kita jika kita sudah melangkah jauh meninggalkan tempat yang seharusnya sangat menyenangkan buat kita bercengkrama dengan buku-buku. 

Jika saat menerima tugas dari sekolah, warnet lebih gemar dikunjungi ketimbang perpustakaan. Maka hampir bisa dipastikan generasi kita tak akan latah dengan teknologi dan kemajuan komunikasi. Tetapi kearifan, kebijaksanaan, kesopanan, lebih mudah mereka tinggalkan. Apa gunanya buku jika di internet kita bisa dapatkan semua jawabannya. Untuk apa membaca buku jika lebih menyenangkan membaca status di facebook, game online, dan chating di berbagai media sosial.

Perpustakaan seharusnya lebih hebat dari tempat manapun di sekolah. Tetapi ini fenomena apa? Perpustakaan jadi bahan tertawaan layaknya macan cililitan yang kehilangan kewibawaannya. Perpustakaan yang seharusnya sangatlah dekat dengan kehidupan belajar mengajar di sekolah malah justru semakin ditinggalkan dan terabaikan. Jarang sekali menemui sebuah sekolah yang menomorsatukan perpustakaan. Kebanyakan dari mereka justru saling berlomba-lomba mempercantik tampilan fisik. Peduli apa dengan buku-buku, dengan pengetahuan, wawasan, dan keontetikan.

Padahal, apa yang selalu diteriakan oleh guru-guru kita, apa yang pertama kali kitab suci katakan kepada kita. Bacalah, tetapi sepertinya bacalah hanya nasihat lama yang tak perlu diindahkan. Nasihat hanyalah sebatas nasihat. Bahkan kau boleh saja membuat sangkalan apapun terhadap nasihat ini. Membaca kan nggak harus membaca buku, nggak harus membaca di perpustakaan, nggak harus ini itu dan sebagainya. Bodo amat, terserah saja kau buat sangkalan apapun sampai kau bosan berargumen dan kau benar-benar berjumpa dengan penyesalan tiada ampun karena telah melalaikan nasihat lama itu.

Perpustakaan adalah tempat berkumpulnya buku-buku, perpustakaan adalah tempat mempertajam ilmu, tempat memperluas pengetahuan. Sebenarnya kita hanya duduk termenung tiada dinanti didalam perpustakaan, namun pikiran kita sedang berwisata ke dalam dunia fantasi kata dan kalimat dalam buku-buku yang kita baca. Dan setelahnya, kita tetap mengenang kenangan manis yang telah terukir bersama kata dan kalimat dalam buku-buku yang penuh dengan omong kosong. Tugas kita bukan untuk mengimani omomg kosong itu, melainkan membuktikannya, dan menerapkannya. 

“ kita adalah apa yang kita baca ”

Fakta atau mitos, perpustakaan hanya tempat bagi mereka yang culun, cupu, dan kuper. Atau tempat buat ketemuan anak-anak abg yang sedang dilanda cinta. Ah, jadi teringat sesuatu. Tetapi memilih perpustakaan untuk ketemuan itu kebanggan atau penodaan. Tetapi setidaknya sambil menunggu dia datang pastinya juga membolak balik buku sambil jedag jedug tak menentu. Malah jadi baper gini sih, sudahlah lewatkan saja.

Perpustakaan kumuh layaknya pemukiman, berdebu kayak tangan lama tak buat gandengan. Buku-bukunya antik, karena edisi jadul dan tak pernah up date dan up grade. Ruangan sempit dan tak tertata, pengap, menjenuhkan. Bosan jika harus berlama lama di dalam perpustakaan yang gitu gitu aja. Siapa yang akan peduli dengan nasib generasi selajutnya jika tidak dimulai dari diri sendiri, ibda binafsik. Dan jika diri sendiri saja sudah tak peduli, maka tinggal perkara waktu perpustakaan kita akan runtuh, kehilangan jiwanya, martabatnya, dan fungsi aslinya. Menunggu runtuhnya kejayaan perpustakaan sekolah kita.

0 komentar:

Posting Komentar