Jika saat bel istirahat berbunyi,
kantin lebih diminati oleh siswa dan siswi ketimbang perpustakaan. Maka hampir
bisa dipastikan mereka sungguh akan terpenuhi kesehatan fisiknya, terjamin kebugaran
badannya, tetapi tidak dengan perkembangan pengetahuannya. Keterbelakangan
macam apa yang harus diterima oleh kita jika kita sudah melangkah jauh
meninggalkan tempat yang seharusnya sangat menyenangkan buat kita bercengkrama
dengan buku-buku.
Jika saat menerima tugas dari sekolah,
warnet lebih gemar dikunjungi ketimbang perpustakaan. Maka hampir bisa
dipastikan generasi kita tak akan latah dengan teknologi dan kemajuan
komunikasi. Tetapi kearifan, kebijaksanaan, kesopanan, lebih mudah mereka
tinggalkan. Apa gunanya buku jika di internet kita bisa dapatkan semua
jawabannya. Untuk apa membaca buku jika lebih menyenangkan membaca status di
facebook, game online, dan chating di berbagai media sosial.
Perpustakaan seharusnya lebih
hebat dari tempat manapun di sekolah. Tetapi ini fenomena apa? Perpustakaan
jadi bahan tertawaan layaknya macan
cililitan yang kehilangan kewibawaannya. Perpustakaan yang seharusnya
sangatlah dekat dengan kehidupan belajar mengajar di sekolah malah justru
semakin ditinggalkan dan terabaikan. Jarang sekali menemui sebuah sekolah yang
menomorsatukan perpustakaan. Kebanyakan dari mereka justru saling berlomba-lomba
mempercantik tampilan fisik. Peduli apa dengan buku-buku, dengan pengetahuan,
wawasan, dan keontetikan.
Padahal, apa yang selalu
diteriakan oleh guru-guru kita, apa yang pertama kali kitab suci katakan kepada
kita. Bacalah, tetapi sepertinya bacalah hanya nasihat lama yang tak perlu
diindahkan. Nasihat hanyalah sebatas nasihat. Bahkan kau boleh saja membuat
sangkalan apapun terhadap nasihat ini. Membaca kan nggak harus membaca buku,
nggak harus membaca di perpustakaan, nggak harus ini itu dan sebagainya. Bodo
amat, terserah saja kau buat sangkalan apapun sampai kau bosan berargumen dan
kau benar-benar berjumpa dengan penyesalan tiada ampun karena telah melalaikan
nasihat lama itu.
Perpustakaan adalah tempat
berkumpulnya buku-buku, perpustakaan adalah tempat mempertajam ilmu, tempat
memperluas pengetahuan. Sebenarnya kita hanya duduk termenung tiada dinanti
didalam perpustakaan, namun pikiran kita sedang berwisata ke dalam dunia
fantasi kata dan kalimat dalam buku-buku yang kita baca. Dan setelahnya, kita
tetap mengenang kenangan manis yang telah terukir bersama kata dan kalimat
dalam buku-buku yang penuh dengan omong kosong. Tugas kita bukan untuk mengimani
omomg kosong itu, melainkan membuktikannya, dan menerapkannya.
“ kita adalah apa yang kita baca
”
Fakta atau mitos, perpustakaan
hanya tempat bagi mereka yang culun, cupu, dan kuper. Atau tempat buat ketemuan
anak-anak abg yang sedang dilanda cinta. Ah, jadi teringat sesuatu. Tetapi
memilih perpustakaan untuk ketemuan itu kebanggan atau penodaan. Tetapi
setidaknya sambil menunggu dia datang pastinya juga membolak balik buku sambil jedag jedug tak menentu. Malah jadi
baper gini sih, sudahlah lewatkan saja.
Perpustakaan kumuh layaknya
pemukiman, berdebu kayak tangan lama tak buat gandengan. Buku-bukunya antik,
karena edisi jadul dan tak pernah up date dan up grade. Ruangan sempit dan tak
tertata, pengap, menjenuhkan. Bosan jika harus berlama lama di dalam
perpustakaan yang gitu gitu aja. Siapa yang akan peduli dengan nasib generasi
selajutnya jika tidak dimulai dari diri sendiri, ibda binafsik. Dan jika diri sendiri saja sudah tak peduli, maka
tinggal perkara waktu perpustakaan kita akan runtuh, kehilangan jiwanya,
martabatnya, dan fungsi aslinya. Menunggu runtuhnya kejayaan perpustakaan
sekolah kita.
0 komentar:
Posting Komentar