Tentunya
sebagai seorang guru pastilah mempunyai harapan agar siswa – siswinya rajin
membaca. Tidak jarang seorang guru memberikan wejangan kepada siswa dan siswinya supaya mereka mempunyai minat
yang tinggi untuk menjadi seorang kutubuku.
“ Kalian harus rajin membaca, karena dengan membaca kalian akan
menjadi pintar dan cerdas. Ketahuialah wahai anak-anakku bahwa membaca itu
adalah jendala dunia “
Ya,
membaca termasuk faktor penting yang akan menentukan pola pikir manusia,
sehingga kiranya tidak berlebihan jika ada maqolah
yang mengatakan bahwa “Kita adalah
apa yang kita baca”. Karakter dan kriteria seseorang bisa terlihat dari apa
yang sering ia baca, atau berapa banyak
buku yang telah ia baca, atau justru tidak pernah membaca. Ternyata memang
banyak sekali manfaat yang diperoleh dari membaca, sampai sampai wahyu yang
pertama kali turun adalah perintah untuk membaca. “Iqra’ bismirobbikalladzi kholaq “ bacalah dengan menyebut Nama
Tuhanmu yang telah menciptakan. Ini mengisyaratkan akan sakralnya membaca
karena dengan membacalah, pemikiran seorang manusia akan semakin terbuka
selebar lebarnya. Tak sebatas lebar daun kelor saja.
Akan
tetapi yang menjadi masalah adalah bagaimana mungkin seorang anak mau membaca
jika ia tak pernah melihat contoh langsung. Tak pernah berada di lingkungan
pembaca. Tak pernah pula mendapatkan motivasi membaca dari siapapun dan
kapanpun. Atau bagaimana mungkin mereka mau membaca jika tidak ada buku atau
apa saja yang akan mereka baca. Atau sesaat setelah sang guru memberikan petuah
yang begitu mulia mereka malah memilih asyik dengan gadgetnya, wathsap mungkin,
bbm, instagram, facebook atau apapun yang berbau medsos. Ini ironi sekali
dan sekaligus
menjadi suatu masalah yang sangat kompleks, dimana semua persoalannya bukan
berasal dari dalam diri mereka sendiri. Atau bisa kita katakan penyebab anak
tak tertarik dengan membaca karena faktor
eksternal yang begitu berpengaruh terhadap minat baca anak.
Sebagai
seorang guru yang sekaligus menjadi orangtua siswa-siswi saat disekolah, tak
sepantasnya kita membuat ekspektasi yang begitu indah tentang kemauan anak
untuk membuka jendela dunianya supaya lebih luas dengan kegiatan membaca. Jika
memang kita benar-benar ingin melihat anak-anak kita ndilek di depan buku sampai lupa makan dan lupa bermain maka kita
harus mencontohkannya. Siapa sih yang tidak ingin melihat anak-anaknya tak
sempat nonton tivi tak sempat mainan hape, tetapi malah sibuk di depan tumpukan
buku-buku yang syarat akan ilmu-ilmu pengetahuan dan nilai-nilai kehidupan?
Hanya membayangkannya saja rasanya sudah sangat indah. Mak nyess di
hati. Misal
“nak, makan dulu yuk jangan membaca terus” atau “nak, sesekali kamu juga harus
menyempatkan main bersma teman-temanmu jangan membaca terus kayak gitu “
hahaha.
Jangan
berharap anak-anak kita senang membaca jika kita saja lebih senang bermesraan
dengan hape atau bergurau dengan tivi. Maka bisa dipastikan anak-anak akan
melakukan apa yang dilakukan oleh orangtua mereka. Karena pepatah lama
sepertinya tak salah jika mengatakan
“buah jatuh tak jauh dari pohonnya , guru kencing berdiri murid
kencing berlari”
Pemecahan
yang harus dicapai untuk menjadikan anak-anak gemar membaca adalah dengan kita
memberi contoh untuk mereka. Berikan tontonan buat mereka, tontonan ayah dan
ibunya yang suka membaca, tontonan bapak dan ibu gurunya yang gemar membaca.
Dengan adanya tontonan ini selanjutnya anak akan menjadikan tontonan jadi
tuntunan. Tentunya ini juga tuntunan yang sangat benar dan sekali-kali tak
menyesatkan. Ketimbang tontonan dari apa yang ada dalam televisi atau dunia
maya.
Selain
memberikan tontonan hal yang lebih penting adalah menyediakan bahan bacaan
untuk anak-anak kita. Tentunya bacaan yang sesuai dengan dunianya, sesuai
dengan usianya. Maka ciptakan lingkungan yang nyaman untuk membaca. Sepertinya
akan jadi lebih indah jika kita membaca buku atau majalah yang kita gemari,
sedangkan anak-anak kita berada disamping kita sambil ikut aktif membaca. Luar
biasa sekali. Lagi-lagi ini masih hanya sebatas mimpi yah nak.
0 komentar:
Posting Komentar