Get me outta here!

Senin, 17 April 2017

satu musuh terlalu banyak, seribu teman terlalu sedikit.


Janusia merupakan zon politicon alias manusia makhluk sosial, artinya tidak bisa hidup sendiri tanpa adanya bantuan manusia yang lain. Oleh karena itu, manusia membutuhkan teman yang akan menemani, membantu, mengarahkan, mengatur, menyeimbangkan, dan melengkapi kehidupan sehari harinya. Yang namanya teman bukan saja seseorang yang seumuran yang sesama jenis dan sering bareng. Akan tetapi pengertian teman lebih kepada semua orang yang kita kenal yang menemani dalam keseharian kita. Bisa jadi orangtua kita dalam hal ini disebut sebagai teman, jika dilihat dari keberfungsian teman. Kemudian selain teman, kita juga mengenal istilah sahabat. Apa yang membedakan antara teman dengan sahabat. Mungkin kedekatan pertemanannya, kalau yang dinamakan teman hanya sebatas teman saja. Tetapi kalau yang namanya sahabat adalah seseorang yang jauh lebih dekat kepada kita dari teman teman yang lain.

Musuh apakah samadengan lawan? Dalam pembahaan saya ini, yang dimaksud musuh adalah mereka yang tidak sesuai dengan alur atau jalan kita, mereka yang selalu menjegal jalan kita, ,menghalang halangi langkah kita, menjadikan hidup kita menjadi susah karena adanya mereka. Mereka yang selalu membuat kita menjadi tidak nyaman saat mereka berada di hadapan ataupun di sekitar kita. Mempunyai banyak musuh akan mengakibatkan hidup kita menjadi merasa selalu tidak nyaman. Lari ke utara ada musuh, lari ke barat ada musuh, dan seterusnya. Seolah olah dunia yang kita tinggali ini menjadi lebih sempit. Lain halnya dengan yang namanya lawan. Lawan adalah seseorang yang mempunyai kepentingan yang sama, tetapi selalu berusaha untuk mengalahkan kita, kita memperebutkan suatu kemenangan dengan lawan. Sehingga langkah langkah yang dilakukan oleh lawan bisa jadi sama dengan langkah yang kita jalankan, atau justru melakukan langkah yang berbeda yang tidak diketahui lawan, supaya kita lah yang menjadi pemenangnya. Maka dari itu. Yang namanya lawan dengan musuh itu berbeda guys. Beda tapi hampir sama, sama tetapi berbeda. Nah bingungkan, jangankan saya, kalian juga bingung. Yaudah, intinya gitulah ya.

Berbicara tentang musuh dan teman, sebenarnya siapa musuh kita? Iya, kita sebagai seorang remaja dan pemuda tentunya mempunyai banyak teman dan banyak musuh. Lantas siapa yang menjadi teman kita dan siapa yang  menjadi musuh kita?. Yang menjadi teman kita selama ini adalah mereka yang selalu bersama sama kita dalam sehari hari, mereka adalah teman kita di kelas dan sekolah, serta teman kita di sekitar rumah. Mereka lah yang menjadi teman kita sehari hari. Dan yang menjadi musuh kita juga mereka mereka juga, karena yang ditemui ya cuma mereka juga. Tetapi yang menjadi pertanyaan saya adalah. Siapa yang seharusnya jadi teman kita dan siapa yang kita jadikan musuh?
Jawabannya adalah, jadikanlah teman, mereka yang selalu mengajakmu kepada kebaikan, dan hal hal yang positive. Serta jadikanlah mereka lawan dan musuh, mereka yang mengarahkan juga  menjerusmuskan kita terhadap hal hal keburukan dan kejelekan. 

Sebenarnya musuh yang nyata adalah syetan yang akan selalu berusaha membujuk dan merayu kita untuk selalu berpaling dari ajaran Alloh, dibayang bayangi deengan segala keindahan duniawi yang mengelilingi. Lebih banyak yang gagal mengelak daripada yang berhasil. Salah satu tipu daya syetan adalah dengan minal jinnati wannas, baik yang berupa jin dan manusia. Manusia yang menyerupai syetan dan syetan yang seperti manusia. Maaf merepotkan, terimakasih sudah membaca.

Minggu, 16 April 2017

Tak semua PR tidak menyenangkan

Mungkin arah mata angin pada kompas yang aku bawa sudah mulai beralih haluan. Bukan lagi mengarah kepada mereka yang selalu memperhatikanku dengan sinis dan seakan memendam kebencian. Daun yang kupandang didepan rumahpun sudah tak lagi sehijau dulu. Musim telah berganti, bukan lagi musim kemarau yang sangat asyik untuk dijadikan momen bermain layang – layang oleh anak anak pribumi. Mungkin kini hawa panas mulai terasa, terik matahari yang menyilaukan pandangan. Memaksaku harus membuka mata lebih lebar, menerawang dan menyibakan pandangan pada padang safana hijau yang luas di depan sana. Apakah ini sudah waktunya kukenakan alas kaki kesederhanaan, menggendong tas berisi bekal kesabaran, dan memenuhi botol air minum dengan jernihnya air keikhlasan, meninggalkan jejek – jejak tak terhapuskan. Inikah saatnya kulangkahkan kaki dari keterasingan yang tak terbatas oleh pagar norma dan agama serta sosial.


Kurasa sudah cukup kepicikan dan kekerdilan berfikirku, sekarang sudah bukan lagi saatnya untuk menyibukan diri mencari perhatian dari para penggembala dan hewan penghuni hutan kehidupan ini. Apa yang dulu anggapku sangatlah mewah, ternyata hanya mewah saat berada di tangan mereka, tak semenarik dan semewah saat telah berada dalam genggamanku.


Ini saatnya kulangkahkan kaki, segera beranjak dari tempat ini. Mulailah menjadi pengembara kehidupan yang lebih bijaksana, tawadlu, rendah hati, dan selalu mawas diri. Inilah saatnya aku harus mulai menapakan kaki di kerumunan orang – orang dengan berbagai latar belakang yang berbeda, harus pandai memilah dan memilih kata supaya enak didengar oleh mereka dan tidak menyakiti hati serta perasaan mereka. Harus berani mengatakan kebenaran, dan menjadi pelopor perubahan menuju hari yang lebih terang berawan. Inisiatif mengusir kabut dan mendung akan segera mejadi PR yang akan ditanyakan oleh pak guru saat hari senin besok. 

Maaf merepotkan, terimakasih sudah membaca.

Jumat, 14 April 2017

Out of the box versi petani

Senja keemasan layaknya bulir - bulir padi siap panen. Dengan leluasa kumencoba menghirup udara ditepian sungai kehidupan. Tanpa alas kaki tanpa tujuan lebih terperinci. Kuayunkan langkah dengan perlahan, menjamah inci demi inci tanah harum warisan bumi pertiwi. Aku bertemu lalu berjumpa dan bertegur sapa dengan dua sosok petani di pematang sawah. Petani cewe dan cowo duduk berdampingan. Mungkin mereka sengaja membuatku iri dengan kemesraan mereka. 

Yang cowo namanya pak din, dan yang cewe namanya bu sur. Ah, dari namanya aku bisa menyimpulkan bahwa mereka sepasang selingkuhan. Kabur setelah berhasil mencuri senja dan mereka menikmatinya berdua saja. Berdasarkan analisa sederhana yang kuterka, pak din itu sudah punya istri, namanya bu din. Sepertinya mereka pengantin baru. Tetapi entah kenapa pak din memutuskan untuk menghianati bu din. Apakah karena perjodohan yang terkutuk, atau karena pak din telah mengetahui bahwa kentut bu din ternyata baunya bisa membuat seluruh warga satu erte klenger. Alasan yang sangat klise. 

Sedang kan selingkuhannya, bu sur sebenarnya juga sudah punya laki yang bernama pak nah. Bahkan menurut informasi dari kabar yang dibawa oleh burung, mereka sudah punya anak yang bernama anak panah. Entah apa alasan bu sur memilih pak din. Sepertinya aku tak ingin tahu lebih jauh. Aku mencoba mengusik ketenangan mereka berdua. 

Aku menyapa dan mulai bertanya dengan pertanyaan yang tak mainstream. Jika kebanyakan basa basi pertanyaan dan sapaan adalah "monggo pak " atau "punten bu" atau "arep ming ndi lik" dan sejenisnya. Maka aku menyapa mereka dengan pertanyaan yang lebih berkelas. "Selamat senja om, tante, apakah yang hendak kalian lakukan di sini". Demi mendengar pertanyaanku itu, mereka ber ah dan eh kebingungan. Belum selesai dalam bingungnya aku kembali bertanya pada mereka. "Tahukah kalian akan makna out of the box, aku sering mendengarnya tapi tak tau maknanya " .

Tetapi mereka hanya diam mematung seribu bahasa. Tak mengeluarkan setitik dan sekoma kalimatpun. Karena lama menunggu jawaban mereka yang tak kunjung keluar. Aku pulang kecewa setelah adzan isya. Aku berkesiur berjalan di tengah kegelapan, pulang. Aku bertanya pada diri sendiri. Apa itu out of the box. Definisi, pengertian secara harfiah, secara istilah, bahasa, terminologi, epistimologi. Tapi tak kunjung kudapati. 

Out dalam permainan sepak bola setauku itu keluar, of itu mati, kayak di tombol on of, dan box itu nasi box atau nasi kotak. Jadi apa donk, mati keluar kotak. Sampai terbawa mimpi, aku mendapatkan wangsit lewat mimpi tentang penjelasan out of the box. Aku berada pada posisi saat harga cabe mahal, tapi kok tak ada yang membicarakan harga cabe cabean ikut mahal atau tetap murah. Kemudian beralih pada situasi saat maraknya penculikan anak-anak yang kian ramai. 
 
Tetapi juga tak ada yang menyinggung tentang penculikan miyabi, atau penculikan munir, penculikan soekarno hatta. Aku tak pernah menculik siapapun dan apapun, jangankan menculik miyabi yang aduhai, menculik anak katak yang hanyut di selokan pun aku tak tega. Aku hanya menculik diriku sendiri, tapi aku bingung mau minta tebusan sama siapa. Lalu apa yang dapat aku manfaatkan dari penculikan ini, dan kepada siapa akan kukembalikan. Lalu aku tersesat setelah menculik diriku sendiri. Aku belum bisa pulang, aku masih harus memecahkan kode kode dan mengulur benang merah yang kusut. Maaf merepotkan. Semoga tidak mengganggu.

Kamis, 13 April 2017

Namanya juga guru lagu, pantaslah jika sukanya lagu-laguan.

Pagi yang cerah, kusapa anak-anak penuh kebanggaan. Bagaimana kabarnya teman-teman? Alhamdulillah, luar biasa, penuh cinta, eaa.

Sebuah pertanyaan muncul dalam benak yang semakin mangkal untuk berfikir tentang banyak hal secara  rasional. Bertanya tentang guru, adakah guru yang otaknya geser (njomplang), adakah guru yang bocor alus, kurang rong ons dan minus? Ini realita bagi saya, guru macam apa jika beginalah keadaannya.

Yang menjadi prioritas sekarang bukan itu, karena itu tak terlalu penting. Yang lebih penting bagi kita sebagai guru adalah jangan berkeinginan  menjadi guru yang sebatas guru lagu, guru gatra, dan guru wilangan. Sungguh itu sangat miris jika dijadikan prioritas bagi guru-guru kita. You know lah apa itu guru lagu, guru wilangan. Hah, apa, belum tau. Okelah kalau dipaksa, akan aku kasih tahu sedikit tentang guru lagu dan guru wilangan.

Guru lagu merupakan istilah untuk guru yang sukanya lagu-laguan.Bukan, bukan guru seni budaya yang suka mendendangkan lagu, bukan pula guru hadroh, guru music, guru vocal. Guru lagu yang satu ini  sukanya landa-landahan, dolan-dolan sok ngehits sosialita dan sejenisnya. Lenjehan, kemayu, gemagus, kakehen gaya, kakehen oklek, sok oke punya dah. Hindarkan kami dari jenis guru yang demikian itu wahai Tuhan.

Sedangkan guru wilanagan merupakan guru yang sukanya itungan. Bukan, bukan guru matematika, kimia dan ilmu eksak lainnya. Guru wilangan itu guru yang apa apanya itungan, diperhitungkan secara detail. Tak boleh ada yang kurang dan harus selalu ada yang lebih. Atau tak boleh ada yang lebih harus selalu kurang. Bolak balik oke pokoke. Ngarti kana pa maksudnya, mencari berbagai kesempatan bahkan ditengah kelonggaran, apalagi di kesempitan. Ahh..yess.. semakin sempit semakin yahut kan.

Tentang guru lagu dan guru wilanagn, lewatkan, bukan itu yang ingin kukaji lebih dalam di argument kali ini. Melainkan jargon-jargon yang sangat erat dengan sebutan guru. Setidaknya  sebagai guru kita harus mengerti betul tentang apa itu guru, tak boleh asal asalan gitu dong. Minimal mengerti lima jargon yang kutemukan diberbagai perjumpaan dan pertemuan di sekitar guru-guru yang berseliweran disekitarku. Yuk ungkit  bareng-bareng.

1. Guru ; Digugu lan ditiru

Guru adalah sosok yang sangat dirindukan kehadirannya dan dinantikan ilmunya. Makannya guru pantas dijadikan panutan, patokan, dan acuan, dengan catatan bukan guru lagu dan guru wilangan. Setiap perkataan guru adalah perkataan yang bisa digugu (didengarkan, lalu diamalkan) oleh murid-muridnya. Perilaku guru adalah perilaku yang mencerminkan perilaku seorang yang terdidik dan pantas untuk dicontoh oleh murid-muridnya.


2.Guru : Glugu turu

Kedudukan guru hanyalah sebatas glugu (pohon kelapa ) yang turu (terbentang). Fungsinya untuk menjembatani murid-muridnya, mengantarkannnya menjadi orang-orang sukses dunia dan akhirat. Bagi seorang guru, tak ada yang lebih istimewa daripada mendengar murid-muridnya telah hidup bahagia dan bermanfaat bagi orang banyak. Kebahagiaan tersendiri bagi guru jika mendengar atau melihat muridnya telah menjadi insinyur, pejabat, tentara, polisi, atau apapun. Lebih bahagia lagi jika mereka masih mengingat kita. Jikapun tidak, itu bukan masalah. Disinilah nilai keikhlasan tingkat tinggi yang tak perlu disebutkan lagi.


3. Guru : Wagu tur saru

Jangan sampai menjadi sosok guru yang hanya wagu dalam pikiran, perkataan perbuatan. Ini sama halnya menjadi guru lagu yang sukanya lagu-laguan dan wagu-waguan. Jangan juga jadi guru yang saru, nginum wedange tamu misalnya. Saru itu ya kalau dilihat  kurang pantas, tidak sesuai dengan norma dan itu melanggar berbagai hak asasi khalayak ramai. Saru berkaitan erat dengan etitude, moral, dan perilaku. Jangan jadi guru yang wagu tur saru.


4. Guru : nek minggu turu

Ini kebiasaan yang sudah diketahui oleh banyak orang. Hari minggu sekolah libur, maka bagi seorang guru ini adalah waktu yang sangat romantic untuk bersendau gurau mesra dengan kasur, selimut, dan bantal guling mambu pesing. Apalagi setelah setumpuk aktivitas yang sangat melelahkan selama sepekan terakhir. Namun tidak selamanya prespektif ini dibenarkan, tidur dipagi yang indah melewatkan matahari terbit merekah, meninggalkan kewajiban sholat shubuh. Ini sebenarnya merugi sekali.

Bahkan bagi seorang guru inisiatif, jadwal hari minggunya sudah penuh selama sebulan ke depan. Sudah terisi dengan berbagai agenda padat yang jarang ditemui sehari-hari. Bersepeda dipagi hari, mengunjungi sanak family, berkencan dengan sang do’i. Eh, yang ini enggak ya. Menghadiri berbagai seminar, kegiatan. Atau cukup dirumah dengan mencuci pakaiaian, ngepel, nyapu, menyayangi hewan ternak misalnya. Apapun yang tidak dilakukan di hari biasa, bisa dilakukan di hari minggu. Maka kurang pas jika minggunya guru dihabiskan dengan turu.

5. Guru ; diguyu lan ditinggal turu

Hehe, untuk yang satu ini mungkin pas buat sosok guru yang krik-krik yah. Jika perkataannya saja tak sanggup dinikmati oleh murid-muridnya maka cukup tertawakan dan tinggal tidur. Meski dengan alasan apapun ini tak akan dibenarkan. Kembalikan lagi ke sosok gurunya. Mana mungkin murid akan rela meninggalkan tidur jika pelajarannya begitu asik untuk dicerna, diikuti dan dinikmati. Atau bahkan menjadi moment yang mengesalkan jika melewatkan cerita happy dari guru untuk menertawakannya bersama-sama. Maka, hanya guru yang krik-krik yang akan diguyu dn ditinggal turu oleh murid-muridnya.

Demikian lima jargon tentang guru yang telah berhasil  aku dapatkan. Jika ada yang belum aku ketahui, dengan senang hati jika kamu mau ngasih tahu aku tentang jargon tambahan. Kiranya apapun yang ada pada diri kita, itulah yang terbaik untuk kita. Semoga kita selalu istiqomah dalam menjalankan amanah. Karena bisa menjadi guru dan mengerti hakikatn guru adalah anugrah terindah. Dan ini jalan yang penuh berkah.

Rabu, 12 April 2017

Menunggu runtuhnya perpustakaan kita



Jika saat bel istirahat berbunyi, kantin lebih diminati oleh siswa dan siswi ketimbang perpustakaan. Maka hampir bisa dipastikan mereka sungguh akan terpenuhi kesehatan fisiknya, terjamin kebugaran badannya, tetapi tidak dengan perkembangan pengetahuannya. Keterbelakangan macam apa yang harus diterima oleh kita jika kita sudah melangkah jauh meninggalkan tempat yang seharusnya sangat menyenangkan buat kita bercengkrama dengan buku-buku. 

Jika saat menerima tugas dari sekolah, warnet lebih gemar dikunjungi ketimbang perpustakaan. Maka hampir bisa dipastikan generasi kita tak akan latah dengan teknologi dan kemajuan komunikasi. Tetapi kearifan, kebijaksanaan, kesopanan, lebih mudah mereka tinggalkan. Apa gunanya buku jika di internet kita bisa dapatkan semua jawabannya. Untuk apa membaca buku jika lebih menyenangkan membaca status di facebook, game online, dan chating di berbagai media sosial.

Perpustakaan seharusnya lebih hebat dari tempat manapun di sekolah. Tetapi ini fenomena apa? Perpustakaan jadi bahan tertawaan layaknya macan cililitan yang kehilangan kewibawaannya. Perpustakaan yang seharusnya sangatlah dekat dengan kehidupan belajar mengajar di sekolah malah justru semakin ditinggalkan dan terabaikan. Jarang sekali menemui sebuah sekolah yang menomorsatukan perpustakaan. Kebanyakan dari mereka justru saling berlomba-lomba mempercantik tampilan fisik. Peduli apa dengan buku-buku, dengan pengetahuan, wawasan, dan keontetikan.

Padahal, apa yang selalu diteriakan oleh guru-guru kita, apa yang pertama kali kitab suci katakan kepada kita. Bacalah, tetapi sepertinya bacalah hanya nasihat lama yang tak perlu diindahkan. Nasihat hanyalah sebatas nasihat. Bahkan kau boleh saja membuat sangkalan apapun terhadap nasihat ini. Membaca kan nggak harus membaca buku, nggak harus membaca di perpustakaan, nggak harus ini itu dan sebagainya. Bodo amat, terserah saja kau buat sangkalan apapun sampai kau bosan berargumen dan kau benar-benar berjumpa dengan penyesalan tiada ampun karena telah melalaikan nasihat lama itu.

Perpustakaan adalah tempat berkumpulnya buku-buku, perpustakaan adalah tempat mempertajam ilmu, tempat memperluas pengetahuan. Sebenarnya kita hanya duduk termenung tiada dinanti didalam perpustakaan, namun pikiran kita sedang berwisata ke dalam dunia fantasi kata dan kalimat dalam buku-buku yang kita baca. Dan setelahnya, kita tetap mengenang kenangan manis yang telah terukir bersama kata dan kalimat dalam buku-buku yang penuh dengan omong kosong. Tugas kita bukan untuk mengimani omomg kosong itu, melainkan membuktikannya, dan menerapkannya. 

“ kita adalah apa yang kita baca ”

Fakta atau mitos, perpustakaan hanya tempat bagi mereka yang culun, cupu, dan kuper. Atau tempat buat ketemuan anak-anak abg yang sedang dilanda cinta. Ah, jadi teringat sesuatu. Tetapi memilih perpustakaan untuk ketemuan itu kebanggan atau penodaan. Tetapi setidaknya sambil menunggu dia datang pastinya juga membolak balik buku sambil jedag jedug tak menentu. Malah jadi baper gini sih, sudahlah lewatkan saja.

Perpustakaan kumuh layaknya pemukiman, berdebu kayak tangan lama tak buat gandengan. Buku-bukunya antik, karena edisi jadul dan tak pernah up date dan up grade. Ruangan sempit dan tak tertata, pengap, menjenuhkan. Bosan jika harus berlama lama di dalam perpustakaan yang gitu gitu aja. Siapa yang akan peduli dengan nasib generasi selajutnya jika tidak dimulai dari diri sendiri, ibda binafsik. Dan jika diri sendiri saja sudah tak peduli, maka tinggal perkara waktu perpustakaan kita akan runtuh, kehilangan jiwanya, martabatnya, dan fungsi aslinya. Menunggu runtuhnya kejayaan perpustakaan sekolah kita.

Minggu, 09 April 2017

Huru hara sosial media.



Selamat datang di dunia yang  tak nyata tetapi terasa nyata. Ya, dunia maya. Dunianya orang orang yang punya kuota. Yang tidak punya ya thetring atau nyari hotspot gratis. Hehe 

Di sini tak ada aturan pasti yang membatasi seorang untuk mengapresiasikan kemauannya. Yang suka seni ya seni, yang hobi musik ya musik, yang suka fotografi ya fotografi. Dan yang suka memaki, suka misuh misuh ya begitu terus sampe kuota habis dan beli lagi sampai habis lagi. Inilah dunia maya yang sangat rentan terhadap permasalahan dan perselisihan.

Selamat datang di dunia kemudahan. Bagi siapa saja yang menginginkan syurga hanya cukup dengan komentar amin, yang sayang orang tua tinggal like konten, yang tidak nyebarin bakal kena petaka. Dunia jilat menjilat, melumat dan menghisap. Sampai puas. Ahhh. Ohh yess.

Selamat datang di dunia yang positif dianggap biasa saja dan yang negatif akan mendapatkan respon serta apresiasi yang sangat luar biasa. Dunia bebas hambatan, dunia sesuai keinginan. Apapun bisa dijangkau dalam genggaman tangan. Dunia yang menyebabkan interaksi sosial semakin merenggang. Dunia penyamaran. Jangan heran kalau di dunia maya ini banyak yang sukanya menyamar dan tak menunjukan wujud aslinya. Banyak pula anak kecil yang kedewasa dewasaan (sukanya bukain situs dewasa mulu), dan tak sedikit orang dewasa yang keanak anakan, sukanya lebay, kagetan, dan gumunan (latah).

Dunia tak nyata namun akan sangat berdampak di kehidupan nyata. Status, komentar, adalah perwujudan dari karakter seorang penghuni dunia maya. Hai para penghuni dunia maya? Sehat?.

Perselisihan, persekutuan, percintaan, pencitraan, pelecahan, penipuan, pembohongan, penjatuhan nama baik, pembodohan (semua ada di sini). Semuak apapun dengan dunia maya, sepertinya tak mungkin kita menghindarinya, menjauh darinya. Karena berpisah dan putus hubungan dengannya itu rasanya sakit tak terperi. Satu jam saja lepas dari gadget rasanya sudah tak terperi, apalagi seharian bengong karena kehabisan kuota, sakau beratt. Lantas bagaimana mengusir kegalauan ini. Kegalauan yang menjalar dari dunia maya menuju dunia nyata?


Ah, pusing juga jika harus difikirkan yah. Kemana mana bawanya hape canggih (android kekinian) dalam hal apapun yang dinomorsatukan adalah hape canggih. Sekalipun berteman, kumpul dengan teman teman berhadap hadapan, tetapi yang diajak berkomuikasi adalah hapenya, bukan temennya. Kaya sayang banget gituh sama hape. (ini yang namanya kerenggangan interaksi sosial menurut guah sih) Mau dipungkiri kayak apapun, ini adalah trend, ini adalah kebiasaan yang sudah terjadi dimana mana (atau mungkin hanya di indonesia yah). Bepergian lupa bawa hape canggih adalah perkara panik, bertamu atau menunggu sesuatu tanpa hape adalah krikk moment, canggung dan bingung mau ngapain gituh (padahal cuma pencet pencet hape saja, tapi bisa menimbulkan kebahagiaan luar biasa. Hanya ada di dunia maya)

Kalau memang sudah tak bisa berpisah dengannya, maka setialah dengannya. Pertahankan cintanya. Jangan sekalipun membencinya, cinta itu Anu Gerah. Ahh.. gerah mas. Cinta itu universal, tak usah dipungkiri, cukup dijaga saja. Jangan ditebarkan tebarkan, jangan diumbar, dijaga, dan disimpan. Kalau cinta selow aja, kalau benci jangan lebay. 

Dan begitupun dengan dunia maya, kalau cinta dan tak mau lepas darinya, tak mau putus hubungan dengannya. Maka cintai dan perlakukan sewajarnya saja. Jadikan dia kekasih, karena seorang kekasih sejati tak akan melukai hati kekasihnya sendiri, apalagi membunuhnya. Ayo bermain di dunia maya dengan sewajarnya, batasan batasan yang tak pernah ada di dunia maya sebenarnya ada dalam diri kita. Situs porno bisa siapa saja membukanya tanpa ada larangan, sekeras apapun usaha menghapuskan situs itu, maka laksana jamur di musim penghujan. Akna kembali tumbuh denga suburnya. Maka kalau kita bisa ambil manfaat darinya, maka ambilah. Kalau tak ada manfaatnya maka pikirkanlah. Ibarat pisau, bisa digunkan untuk merajang sayuran, dan bisa juga untuk menyayat hati. Sekali lagi tergantung pada pemiliknya. Begitupun dunia maya (internet, medsos, hape). Tak akan pernah ada hape samsung atau asus atau apapun yang akan masuk surga atau neraka. Karena sekali lagi, hape adalah alat, dan kitalah penggeraknya. Sudah gitu sajah dari guah. Maaf merepotkan. Intinya adalah “perlakukan dia dengan sewajarnya”.

_pullunk95