Tragedi miris terjadi ketika
sekumpulan tuna netra (baca: buta) dihadapkan pada satu permasalahan yang
sebenarnya sederhana. Kemudian menjadi pelik hanya karena sempitnya sudut
pandang para tokohnya. Tuna Netra yang berikut adalah tuna netra dalam makna
yang sesungguhnya. Mereka benar benar buta, tak mampu melihat apapun kecuali
hitam, gelap. Adalah gajah yang menjadi objek dan asbab musabab kemirisan
cerita ini. Manusia buta tuna netra saling tuduh saling tuding dan saling hujat
hanya karena seekor gajah yang tak berdosa. Meributkan kebenaran tafsir masing
masing, menisbikan tafsir yang berbeda tentang eksistensi gajah. Sedangkan
gajah tak paham satu jenis tafsirpun, hanya melenguh dan menunjukan ekspresi
polos, menyeringai cengir kuda.
Buta mania adalah sebutan untuk
mereka si buta yang jumlahnya lebih dari dua. Dengan terbata mereka mengeja
bentuk dan hakikat gajah tanpa melihat wujud aslinya secara utuh. Meraba dan
merasakan bentuk gajah dalam bentuk serpihan demi serpihan saja. Hingga
muncullah persepsi yang jauh berbeda antara satu buta dengan buta lainnya. Buta
pertama menganggap bahwa gajah itu seperti lempengan luas dan pipih. Layaknya
sebuah kipas, gajah adalah sejenis kipas yang lebar. Buta kedua mulai meraba dan
mengatakan dengan yakin bahawa gajah itu tak jauh berbeda dengan ular. Panjang,
gilig, dan bergerak-gerak, seperti ular panjang yang berdiri di atas tanah.
Lalu buta ketiga lebih yakin lagi setelah meraba gajah, katanya gajah itu tak
berbeda dengan sebuah potongan bambu pendek.
Satu sama lain tidak saling
setuju dengan persepsi masing-masing sampai pertikaian terjadi diantara buta
mania itu. Sampai datanglah seorang pakar gajah dan memberitahu mereka
satu-persatu dengan lemah lembut bahwa semua anggapan mereka tentang gajah itu
tidak benar. Tetapi apa, mereka tak mau juga medengarkan penjelasan pakar gajah
itu. Yasudah, berkelahilah wahai butamania sampai gajah itu bertelur.
Gaes, sadarkah jika ini fenomena
yang terjadi akhir-akhir ini. Orang-orang bertikai karena persepsi yang berbeda
dan semua mengaku yang paling benar diatas semuanya. Bahkan jika saja si buta
mau sejenak melihat maka apa yang dirasakannya tak sama seperti yang
dilihatnya. Jika saja si buta pertama mau melihat maka buta sadar bahwa yang
dipegangya adalah telinga gajah, bukan gajah seutuhnya. Buta kedua akan sadar
bahwa yang dianggapnya gajah hanyalah belalai gajah. Buta ketiga juga akan tahu
bahwa yang dianggapnya gajah hanyalah kaki gajah saja.
Andai saja buta mania mau melihat
atau mendengar pakar gajah maka tak mungkin pertikaian akan tercipta diantara
mereka bertiga. Tetapi memang mereka lebih memilih bertikai sampai ahir
hidupnya daripada melihat atau mendengar. Atau simpelnya jika mereka mau meraba
apa yang dianggap temannya sebagai gajah, maka pertikaian tak akan berlangsung
terus menerus. Egosentrik itu penting, tapi egosentrik itu bukan egoisme.
Pesan dari cerita ini adalah
jadilah buta yang punya pendirian namun juga menerima saran dan pendapat dari
teman. Jadilah buta, tetapi tidak merasa paling buta. Kita sama-sama buta,
sesama buta dilarang saling menyalahkan.
0 komentar:
Posting Komentar