Get me outta here!

Rabu, 22 November 2017

Sesama Buta Jangan Saling Menyalahkan.









Tragedi miris terjadi ketika sekumpulan tuna netra (baca: buta) dihadapkan pada satu permasalahan yang sebenarnya sederhana. Kemudian menjadi pelik hanya karena sempitnya sudut pandang para tokohnya. Tuna Netra yang berikut adalah tuna netra dalam makna yang sesungguhnya. Mereka benar benar buta, tak mampu melihat apapun kecuali hitam, gelap. Adalah gajah yang menjadi objek dan asbab musabab kemirisan cerita ini. Manusia buta tuna netra saling tuduh saling tuding dan saling hujat hanya karena seekor gajah yang tak berdosa. Meributkan kebenaran tafsir masing masing, menisbikan tafsir yang berbeda tentang eksistensi gajah. Sedangkan gajah tak paham satu jenis tafsirpun, hanya melenguh dan menunjukan ekspresi polos, menyeringai cengir kuda. 

Buta mania adalah sebutan untuk mereka si buta yang jumlahnya lebih dari dua. Dengan terbata mereka mengeja bentuk dan hakikat gajah tanpa melihat wujud aslinya secara utuh. Meraba dan merasakan bentuk gajah dalam bentuk serpihan demi serpihan saja. Hingga muncullah persepsi yang jauh berbeda antara satu buta dengan buta lainnya. Buta pertama menganggap bahwa gajah itu seperti lempengan luas dan pipih. Layaknya sebuah kipas, gajah adalah sejenis kipas yang lebar. Buta kedua mulai meraba dan mengatakan dengan yakin bahawa gajah itu tak jauh berbeda dengan ular. Panjang, gilig, dan bergerak-gerak, seperti ular panjang yang berdiri di atas tanah. Lalu buta ketiga lebih yakin lagi setelah meraba gajah, katanya gajah itu tak berbeda dengan sebuah potongan bambu pendek.


Satu sama lain tidak saling setuju dengan persepsi masing-masing sampai pertikaian terjadi diantara buta mania itu. Sampai datanglah seorang pakar gajah dan memberitahu mereka satu-persatu dengan lemah lembut bahwa semua anggapan mereka tentang gajah itu tidak benar. Tetapi apa, mereka tak mau juga medengarkan penjelasan pakar gajah itu. Yasudah, berkelahilah wahai butamania sampai gajah itu bertelur.


Gaes, sadarkah jika ini fenomena yang terjadi akhir-akhir ini. Orang-orang bertikai karena persepsi yang berbeda dan semua mengaku yang paling benar diatas semuanya. Bahkan jika saja si buta mau sejenak melihat maka apa yang dirasakannya tak sama seperti yang dilihatnya. Jika saja si buta pertama mau melihat maka buta sadar bahwa yang dipegangya adalah telinga gajah, bukan gajah seutuhnya. Buta kedua akan sadar bahwa yang dianggapnya gajah hanyalah belalai gajah. Buta ketiga juga akan tahu bahwa yang dianggapnya gajah hanyalah kaki gajah saja.


Andai saja buta mania mau melihat atau mendengar pakar gajah maka tak mungkin pertikaian akan tercipta diantara mereka bertiga. Tetapi memang mereka lebih memilih bertikai sampai ahir hidupnya daripada melihat atau mendengar. Atau simpelnya jika mereka mau meraba apa yang dianggap temannya sebagai gajah, maka pertikaian tak akan berlangsung terus menerus. Egosentrik itu penting, tapi egosentrik itu bukan egoisme.


Pesan dari cerita ini adalah jadilah buta yang punya pendirian namun juga menerima saran dan pendapat dari teman. Jadilah buta, tetapi tidak merasa paling buta. Kita sama-sama buta, sesama buta dilarang saling menyalahkan.

0 komentar:

Posting Komentar