Ketika manusia terlahir di dunia kedua telapak tangan
manusia pasti menggenggam. Lihatlah seorang bayi mungil yang baru lahir dan
menangis keras saat merasai dinginnya dunia ini, kedua belah tangannya pasti
menggenggam. Dan akan terbuka saat manusia itu telah menghembuskan nafasnya
yang terakhir. Lihatlah telapak tangan orang yang telah meninggal, harusnya tangan
menggegam karena menahan sakitnya sakarotul maut, tetapi kenyataannya sebaliknya.
Ini menandakan bahwa sejak lahir manusia sudah mempunyai hasrat dan naluri
keserakahan. Selain mempunyai makna keserakahan, ini juga berarti manusia
mempunyai sifat dasar tidak akan pernah puas. Punya kaki minta sepeda, punya
sepeda minta motor, punya motor minta mobil, punya mobil minta helikopter, dan
ternyata punya helikopter tak punya kaki tak ada artinya apa-apa.
Hasrat dan keinginan manusia tak akan pernah ada
batasnya. Liang lahat dan kain kafanlah yang akan menjadi simbol berhentinya
keserakahan manusia, mati. Jika menuruti gengsi, hasrat, nafsu, keinginan,
kecukupan, pasti tak akan pernah tersentuh oleh telapak tangan kita yang selalu
ingin menggenggam dunia ini. Karena hasrat dan teman-temannya itu seperti
langit. Terlihat dekat dan tak tinggi, tetapi setelah didekati tak didapati.
Langit bersentuhan dengan ujung gunung, kita mendaki gunung sampai ke puncak
dan langit masih tetap tinggi. Langit bersentuhan dengan air laut di ujung
samudra, kita arungi lautan dan sampai di ujung sana langit masih terlalu
tinggi untuk digapai, fakta.
“ Di atas kita, kini langit.
Di atas kita, besok tanah ”
Semua yang ada di dunia ini seakan menjerit minta
untuk kita miliki, tetapi semakin memiliki semakin tak berarti. Milik orang
lain selalu terasa lebih indah dari milik sendiri. Dari sinilah muncul sifat
manusia yang selanjutnya, iri dan dengki. Bahkan drama tentang iri dengki ini
sudah ditayangkan di awal penempatan manusia di muka bumi ini. Aktor yang
memerankannya adalah qobil dan habil yang memperebutkan istri yang lebih
cantik. Habil dibunuh oleh qabil karena menurut aturan perkawinan harus silang,
tidak boleh menikahi kembarannya. Habil menikahi kembarannya qobil yang
parasnya lebih cantik, dan qobil harus menikahi kembarannya habil yang parasnya
tak secantik kembarannya sendiri. Qobil naik pitam dan hendak membunuh habil
jika mereka benar-benar menikah. Nyatanya habil terbunuh dan mati. Jika saat
itu aku datang di hadapan mereka berdua, maka aku akan berkata :
“ Jika kalian mencintai dan
menikahi seseorang karena parasnya, bagaimana kalian akan mencintai Tuhan yang
belum pernah kalian lihat parasnya, eaa “
(Dan seketika aku membenak dalam hati : ampuni hambamu
ini yang alay dan saru)
Karena manusia memang diberi hawa nafsu untuk
membedakan dirinya dengan malaikat yang selalu tunduk dan tak pernah membantah
perintah Tuhannya. Dan manusia dibekali keimanan dan hakikat kebenaran untuk
membedakan dengan syetan yang selalu menyeru untuk ingkar. Jadi manusia
sebenarnya bisa lebih tinggi derajatnya di atas malaikat. Karena jika dalam
godaan syetan yang kuat manusia mampu bertahan dan tunduk seperti malaikat,
bukankah itu lebih hebat? Tetapi syetan memang tangguh dan kuat, hingga sangat
mampu menggoda manusia untuk iri dan mendengki sesama manusia. Nyatanya, manusia
selalu mampu merasa iri dengan hak milik tetangga dan saudaranya. Seakan
manusia ingin menjadi orang tertinggi, terhebat, terkaya, tercantik, teralim,
tersholeh, dan ter ter yang lainnya. Karena sesuatu yang ada di tangan orang
lain seakan lebih indah dari apa yang ada di tangan kita, meskipun sebenarnya
sesuatu itu sama wujud dan bentuknya. Entah kenapa, apa mungkin karena :
“ Rumput tetangga lebih
hijau, dan pelangi selalu berada di atas kepala orang lain “
Seandainya saja kita mau menengok ke dalam diri lebih
jauh dan lebih dalam lagi, hidup ini sebenarnya hanya sawang sinawang. Ketika
ada rajawali yang mengatakan cacing buta, dan cacing bilang rajawali yang buta,
ini juga karena sawang sinawang. Atau ketika ada siput iri pada ular yang
pandai dan lincah berpindah, tak seperti dirinya yang selalu susah kemana-mana
harus membawa rumah. Jawaban akan didapat setelah rajawali bertukar posisi
dengan cacing, dan elang lebih memilih ular untuk dimakan setelah mengincar
siput tetapi tak jadi karena ternyata rumahnya keras seperti batu dan tak enak
dimakan pula.
“ Sakjatine urip iki yo mung
sawang sinawang, sing disawang jebul suwung “
Bagi orang jawa yang nggak ngerti bahasa jawa sepereti
saya, artinya adalah “sebenarnya hidup ini hanya saling melihat dan ternyata
yang terlihat adalah hampa”. Maknanya hampir sama dengan pelangi yang selalu
berada di atas kepala orang lain, padahal jika mau melihat ke atas, pelangi
juga ada di atas kepalamu broh, tengoklah! Jika anggapan bahwa hidup oranglain
lebih indah dan lebih mudah, percayalah bahwa orang lain juga beranggapan
demikian terhadap hidupmu. So, whatever and don’t worry be happy and don’t be
sad and the end.
Pahamilah jika ternyata yang suwung (hampa) adalah
pangkal dari isi, dan yang isi sebenarnya adalah suwung. Mengutip perkataan
biksu Tong yang selalu mengajarkan ajaran ini kepada kera sakti yang mempunyai
tongkat sakti di telinganya.
“ Kosong adalah isi, isi
adalah kosong, sehingga Tong kosong nyaring bunyi … nya “ Biksu Tong
Sekiranya biksu Tong masih ada, boleh kiranya berguru
dan menggali lebih banyak tentang kutipan ini. Nyatanya sampai hari ini aku
belum pernah bertemu biksu Tong, kera sakti, atau hanya sekedar patkai pun
belum. Apalagi bertemu ultramen, betmen, pimen, spidermen, supermen, yang ada
paling hanya snowman boardmarker dan snowmen permanen.
0 komentar:
Posting Komentar