Entah apa atau siapa yang menjadikanku
ambigu dan apatis seperti saat ini. Mungkin kamu, sosok makhluk yang entah
siapa namamu dan dimana kamu sekarang, dengan siapa, semalam berbuat apa,
Yolanda (Kangen Band). Kamu sang Yolanda yang membuatku ingin sekali menorehkan
sesuatu senja ini. Kamu pembohong, katamu senjaku akan baik-baik saja. Kau
bilang begitu saat kau masih bersamaku di tepi pantai dan kau mengantongi
sepucuk senja. Tetapi apa, ahir-ahir ini senja menjadi lebih dingin seperti
bayam di dalam kulkas tanpa sentuhan tanganmu. Kau bilang aku pasti akan
baik-baik saja tanpamu. Tapi kenyataannya, aku jadi semakin ganteng dan keren.
Yolanda, pernahkah kau berfikir aku akan se keren ini setelah kau tinggalkan
aku dan kamu memilih pergi bagitu saja
dengan yang lain.
Apa kau fikir ini adil, kau mengajakku
bertepuk tangan bersama tetapi ternyata hanya aku yang bertepuk? Sedangkan kau
memilih bertepuk dengan tangan yang lain di belakangku. Kau bertepuk tangan
atas tingkahku yang semakin konyol dan kaku setelah kau tinggalkanku.
Berhentilah bertepuk tangan untukku Yolanda, aku ini bukan artis, aku ini bukan
biduan, aku juga bukan burung merpati, tetapi aku hanyalah Vino G Bastian yang
menjelma menjadi Wiro Sableng muridnya Sinto Gendheng. Apa kau tak takut dengan
kapak sakti 212 ku, apa perlu kuminta kapak 414 dari guruku biar kamu mau
menghiasi senjaku lagi?
Kamu bilang aku terlalu baik untukmu,
bukankah sebenarnya kamu yang terlalu jelek untukku? Tapi apa pedulilku, aku
tak mencintai baik dan jelekmu. Aku mencintai kamu, kamu kemana Yolanda, dengan
siapa, semalam berbuat apa. Dimanapun kamu berada saat ini, aku tetap mencintai
dzatmu, sekalipun jika namamu kini telah berubah menjadi Prili Latukon Sina,
atau Sazkia Gotik, atau Nella Karisma X 125, atu Via Vallen, aku tetap
mencintaimu. Karena yang kucinta bukan fisikmu, bukan cantikmu, tetapi hartamu.
Senja ini adalah senja terpahit kedua
setelah senja kemarin ketika gula di warung naik dan aku tak punya uang untuk
membeli manisnya senja . Benar-benar pahit, kini kopiku hanya kopi masa lalu
yang kuseduh dengan rebusan air mata dan sedikit kenangan bersamamu. Sedangkan
di luar hujan turun rerintikan memutar lagu seperti lagu saat bersamamu. Dan
rinduku menetas bagai tetes hujan yang berjatuhan,seketika mati menghantam
tanah dan bebatuan. Aku sungguh membutuhkanmu Yolanda, aku butuh kamu untuk
membelikan gula dengan uangmu. Aku tau hari-hariku akan tetap manis dengan
uangmu, terlebih dengan senyumanmu yang menggemaskan itu.
Lalu aku tiba-tiba terkejut dengan
kedatangan seorang kurir J&T, memberiku sebungkus paketan dari seseorang.
Ku buka perlahan dan seketika aku meneteskan air liur, lalu berkata : Oh,
terimakasih Tuhan.
Ternyata Yolanda tidak pergi kemana-mana,
hanya lagi menjadi babu pendidikan di kota sebrang. Dan kini mengirimiku dua
kilo gula yang lebih manis dari gula-gula yang pernah aku rasa sebelumnya. Itu
lebih dari cukup untuk ku gunakan sebagai pemanis kopi pendamping senjaku yang
pahit. Dan kubaca catatan di balik bungkus gulanya.
“ Jangan boros-boros, ini kiriman gulaku
yang terahir mas, semoga kamu mampu memaniskan senjamu untuk jangka waktu yang
terlama “
“ Siap Yolanda, Mamasmu akan lebih kuat dan
lebih tahan lama dengan gula-gula cintamu. Ini cukup untuk dua tahun ke depan “
TAMAT.
0 komentar:
Posting Komentar