Get me outta here!

Jumat, 08 Desember 2017

Diskusi dengan Tuhan, Katak Jadi Moderatornya.



Berawal dari kejenuhan, muncul berbagai pertanyaan dan rencana-rencana memusingkan. Mula-mula kami berdiskusi membahas tentang agama, kok ya rasanya mainstream. Bukan berarti kami ingin lari dari agama, kami hanya ingin mempelajari agama dari salah satu sisi berbeda. Karena model labeling agama itu ya ngaji, pakai baju muslim, kajian, baca qur’an dan hadits. Maksud kami, bukan berarti itu tidak penting, itu sangat penting. Cuma saja kami ingin tahu makna agama dari sisi yang bukan itu, pasti ada dan sama-sama mengena jika bisa mengambil maknanya.

Beberapa kali kami mengadakan diskusi tentang macam-macam. Mulai dari diskusi tentang tontonan, pendidikan, cerpen, politik, lingkungan sampai ke tragedi terkini. Semuanya kita diskusikan bersama, lebih tepatnya sih bukan diskusi ya, kita Cuma gentian cerita gitu. Biar kelihatan keren kita sebut saja yang seperti itu sebagai diskusi. Dalam diskusi kita itu ya cuma cerita ngalor ngidul yang tentunya hanya berlandaskan pengalaman dan pengetahuan yang kita dapat dari hasil bacaan kita masing-masing.

Nah, pada diskusi kali itu kita ingin berbincang tentang budaya, seniman, tradisi, dan pengetahuan. Pikiran kita langsung tertuju ke kota pelajar, ya Jogjakarta. Kami ingin bertualang ke sana untuk menguak apa-apa yang ada di sana (wah, rasanya udah kaya sekumpulan detektif saja nih). Tetapi kami pikir untuk sampai sana kita butuh dana yang tak sedikit, lagian kita ini kan anak-anaknya orang miskin yang tak boleh sakit dan tak boleh sekolah di sekolah faforit. Karenanya, ahirnya kita mengalihkan rencana untuk mengunjungi pesohor seni budaya atau siapa saja yang kira-kira kita bisa serap ilmunya yang berada di kota kita tercinta, Banyumas satria.

Betul, tanpa berfikir panjang kami pun mulai memetakan tokoh atau figur seniman, sastrawan, sejarawan, ataupun budayawan yang ada di Kabupaten Banyumas tercinta. Salah satu sosok yang akan kami kunjungi pertama adalah blio abah Titut Edi Purwanto. Kenapa kita memilih blio untuk dikunjungi pertama?. Blio ini menurut kita ya seniman Banyumasan lah, dan kebetulan kita pernah berjumpa dengan blio sebelumnya. Menurut informasi yang kami dapat, blio bersemayam di rumahnya yang terletak di Desa Pangebatan Kecamatan Karanglewas. Saat kami temui di kediamannya blio mengaku bahwa dirinya hanyalah sosok seniman yang gagal. Dan mulai dari ungkapan itulah kami menggali banyak informasi dan pengetahuan lainnya. Berikut rangkuman kuliah malam bersama blio :

1. Hidup ini sebenarnya hanya lipatan-lipatan.
JIka kita menganggap orang lain lebih bahagia daripada kita, mungkin saja mereka sebenarnya lebih menderita dari kita. Hanya saja kita tidak pernah melihat mereka mengeluh. Karena hidup manusia itu memang begitu, ada hitam ada putih, ada gelap ada terang. Dan yang demikian itu adalah seni hidup sekaligus puisi. Hidup manusia memang terkadang di bawah, kadang di atas, kadang jaya, kadang juga menderita. Tapi jika disadari, seorang yang terlihat berhasil memaknai hidup, dia pasti mempunyai banyak lipatan-lipatan hidup.

2. Petani adalah makhluk terdekat dengan Tuhan.
Bagi masyarakat Indonesia khususnya jawa, pekerjaan yang hampir ditekuni oleh seluruh rakyatnya adalah petani. Dan jika kau percaya, petani itu orang-orang yang paling dekat dengan tuhan. Bahkan sebelum manusia mengenal tuhan, petani sudah membuat mantra-mantra untuk disanjungkan kepada dzat kang murbaing dumadi yang sejatinya itu adalah pemaknaan dari kata Tuhan. Hidup petani sehari-hari ya hanya gitu-gitu saja. Pagi datang ke sawah dan ladang, bercengkrama dengan tumbuhan bersetubuh dengan alam. Petani mengadukan semua urusannya kepada tuhan setelah semua usahanya dilakukan. Mereka benar-banar dekat dengan Tuhan.

3. Diskusi dengan Tuhan, katak jadi moderatornya.
Setelah manusia mengenal Tuhan, hendaknya manusia menjadi makhluk yang paling bahagia. Menyembah kepada Tuhan untuk semua kebaikan pada dirinya. Jika kau ingin sembahyang yang syahdu, maka boleh gunakan model sembahyang berikut. Malam pukul sebelas atau duabelas, datanglah ke sawah lalu duduk di pematangnya. Berdiam diri, menikmati udara dingin, bintang-bintang berkerlipan. Kau pejamkan mata, dan mulailah berdiskusi dengan Tuhan, apapun materi diskusimu, percayalah bahwa Tuhan maha tau. Sesekali dengarkan suara katak disampingmu, dia jadi moderator diskusimu dengan tuhanmu. Bukankah yang seperti ini jauh lebih syahdu?

4. Tentang sorga dan Agama.
Kita beribadah bukan semata-mata untuk membeli sorga, melainkan untuk menebus nikmat dan mengahpus dosa. Bahkan tak akan pernah lunas sampai kapanpun jika Tuhan maha perhitungan. Tapi kita ini beribadah semata-mata hanya mencari kasih sayang dan welas asieh gusti Alloh. Kita semua berhak atas sorga, karena sorga bukan milik salah satu golongan saja. Dan yang terpenting dari itu semua adalah selamat. Selamat dunia dan selamat akhirat. Karena pentingnya makna selamat itu, sampai-sampai mbah-mbah kita dulu membuat sarana untuk memohon keselamatan dengan membuat kupat lepet dan kupat slamet. Mungkin jika mengetahui ini, Tuhan akan gemuyu, dan berkata  manungsa ana-ana bae polaeh ( Manusia ada-ada saja tingkahnya).

5. Siapa yang benar siapa yang selamat?
Anggapan kita golongan yang terbanyak pasti yang benar dan selamat. Tahan sebentar, sebuah contoh adalah tanaman padi yang ada disawah dan sedang dipanen. Setelah pohon padi dirontokan padinya semua padi masuk ke dalam karung, kecuali yang tersisa di pohon padi dan dibuang. Bagi para padi yang ada di dalam karung bilang kepada padi yang tersisa di pohon padi “dadahh, selamat jalan, kami golongan terbanyak, dan akan masuk sorga duluan, selamat jalan padi-padi malang”. Eh, ternyata setelah karung padi diusung menggunakan truck, datanglah nenek-nenek tua. Mereka memunguti sisa padi dan langsung membawanya pulang. Dijemur, dan ditutu, langsung dimasak  keesokan harinya. Nah, bagaimana kabar mereka yang ada di dalam karung?

6. Islam itu isine alam.
Jika kita menganggap islam adalah ajaran yang fanatic, penuh dengan keharusan, maka kita butuh istirahat sejenak, ngopi, dan berfikir lagi. Tuhan itu tidak maha memaksa, tetapi tuhan maha rileks. Islam itu bukan mereka yang pakai baju muslim (maksudnya mungkin baju koko, dari namanya saja ini sudah kafir sekali, bajunya koko, dan koko itu orang mana? )

7. Setiap kita harus punya daya ganggu
Seniman gagal sekalipun harus punya daya ganggu. Contoh kasus adalah tuh kepala botak (sambil nunjuk salah satu teman kita yang botak) atau gondrong sekalian. Intinya harus punya daya ganggu (bahasa sekarangnya anti mainstream kali yah)

8. Menghargai leluhur itu penting.
Kita ada pada masa sekarang karena ada para leluhur kita. Mereka adalah jembatan bagi kita untuk mengenal tuhan, keyakinan, dan kebudayaan  yang agung. Yang kita sebut leluhur itu kan para nenek moyang, pahlawan, dan mbah-mbah kita yang hidup jauh sebelum kita. Karena kita hidup hakikatnya ya Cuma gentian. Kita menggantikan orang-orang dulu, dan esok kita akan digantikan oleh generasi penerus kita. Maka tidak berlebihan jika ada pepatah yang mengungkapkan “bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya”.

9. Di zaman yang edan ini hanya orang gila yang waras.
Maksudnya, gila adalah total dalam bidangnya.  Gila itu tidak tanggung-tanggung, berani berbeda dengan keadaan sekitar. Terkait hal-hal gila ini sudah dicontohkan oleh pemimpin-pemimpin Negara kita, Indonesia tercinta. Soekarno sang bapak proklamator gila wanita, B.J Habibie gila ilmu pengetahuan dan teknologi, Soeharto gila harta, nah kalau gusdur katanya yang milih yang gila. Sudahlah lupakan tentang yang gila-gila mereka para pemimpin bangsa. Kita raba pada diri kita, kita gila apa?

10. Jadi mahasiswa jangan planga-plongo
Perumpamannya adalah ketehek (kera) ketulup (terkena peluru dari tulup, senjata daerah). Mahasiswa sekarang banyak yang seperti kethek ketulup, bingung mau berbuat apa. Alasannya ya karena saat berada di bangku kuliah yang dicari hanya IPK, nilai dan ijasah saja. Sehingga saat selesai yang didapat ya hanya itu saja.

11. Jadi orang jangan suka itung-itungan.
Bukan berarti menghindari matematika. Dalam urusan harta semua tak akan pernah cukup dirasa. JIka semua diperhitungkan maka bahagia akan semakin jauh saja rasanya. Kaya itu tidak hanya kaya harta, saudara, ilmu, dan pengetahuan juga kekayaan yang kekal adanya. Nah, kalau semua tak diperhitungkan lagi, maka rezeki adalah bonusnya. Kerja juga untuk mencari bahagia, bukan hanya harta, meskipun ada bahagia yang terselip pada harta kita.

12. Banyumas jadi sinarnya tanah jawa.
Bukan berlebihan, seharusnya bukan hanya tanah jawa, tetapi malah Indonesia. Banyumas itu istimewa, untuk mengetahui keistimewaannya kalian harus mengunjungi tokoh-tokoh banyumas. Lalu, belio menunjukan siapa dan siapa saja yang harus kami kunjungi untuk kesempatan selanjutnya. Kami pun mencatatnya dan merencanakan untuk mengunjunginya di kesempatan selanjutnya.

Demikian catatan perjalanan kami malam itu, semoga bisa menjadi tambahan wawasan, pengalaman, dan khazanah keilmuan. Muga-muga dewek kabeh dadi uwong sing slamet dunya slamet akherat.

0 komentar:

Posting Komentar