Setelah beberapa hari lalu kami
para mafia sega brekat mengunjungi seniman Banyumas, malam ini kami berencana
mengunjungi sejarawan Banyumas.
Malam minggu jika dimaknai oleh
anak remaja seusia kami maka jadi malam yang seharusnya syahdu bahkan sendu.
Jika sebagian besar dari remaja seperti kami menghabiskan malam minggu untuk
bertandang ke tempat-tempat hits, berkunjung ke rumah kekasih, atau justru
berdiam diri di rumah menemani gadget keren yang lagi ngambek minta dipijit dan
diurut. Kami, para mafia sega brekat malah merencanakan mau mengunjungi tokoh
yang entah dimana kediamannya. Hanya bermodalkan alamat yang tertera di bagian
halaman belakang buku yang ditulis oleh beliau, kami siap merapatkan barisan untuk
ngendong ke tempat dimana beliau bersemayam. Sebut saja beliau sebagai
seseorang yang diberi nama Nasirin L Sukarta, sang sejarawan sekaligus
sastrawan nyentrik dari Banyumas.
Kekepoan terhadap sosok Nasirin
ini muncul sesaat setelah kami mendapatkan sebuah novel karangan beliau yang
berjudul “Kumandang Tembang Mrapat”. Hingga akhirnya kekepoan ini membawa kami
berenam bersepakat malam minggu ini kami akan meminta petuah dari beliau. Setelah
gerimis reda, ba’da maghrib, kami tancap gas menuju Desa Kalisube Kecamatan
Banyumas Kabupaten Banyumas. Sempat bertanya-tanya kepada warga sekitar, tapi kemudian
singkat cerita sampailah kami di kediaman beliau ini. Di sebuah gubuk kecil,
disamping rumah inti, sejarawan nyentrik ini sedang bersantai di sana.
Mendengar deru motor yang sepertinya berhenti, beliau keluar dan menemui kami.
Tak perlu berpanjang lebar, kami
langsung memulai perbincangan bersama beliau diiringi dengan banyolan-banyolan
gurih khas Banyumas. Tanpa diminta banyak, beliau langsung memulai berbagi
cerita yang kami anggap itu adalah petuah. Mulai dari kebiasaan orang Banyumas,
sejarah, dan memaknai kehidupan. Semua yang masih kami ingat akan kami tuliskan
pada rangkuman berikut :
1. Orang Banyumas itu keren
Merujuk pada sejarah yang beliau
sering ceritakan dalam karyanya, yang namanya Banyumas itu sebenarnya merupakan
satu daerah di Jawa yang sudah mandiri sejak dulu. Ibarat kata, Banyumas tanpa
pemimpin pun (pemimpin dalam artian pemerintahan sekarang) sudah bisa hidup
damai dan tentram. Banyumas adalah teritorial yang tidak menerima dan tidak
juga menentang terhadap adanya pemerintahan dari kerajaan. Artinya, Masyarakat
Banyumas telah mempunyai jati diri.
2. Jadi orang Banyumas juga harus
keren
Karakter masyrakat Banyumas itu
tidak mengekor pada budaya dari luar (bukan hanya luar negeri, tetapi juga luar
daerah). Percontohan karakter orang Banyumas adalah cablakanya. Namun, cablaka
yang sering dimaknai oleh orang-orang sekarang itu lebih mirip cablaka dusta,
tidak benar-benar cablaka. Yang namanya cablaka itu ya apa yang ada di hati itu
sesuai dengan apa yang diucapkan. Orang Banyumas kalau ngomong itu cetha’ dan
mantap. Karakter lain yang terlihat jelas adalah pada hubungan antara anak dan
orangtua. Sepertinya terlihat orang Banyumas itu tidak sopan-sopan. Nyatanya
antara anak dan orangtua tidak ada anggah-ungguh basa. Tetapi jauh dari itu,
orang Banyumas sering melawan argumen orangtua, bukan berarti durhaka, hanya
satu jenis pedidikan untuk bebas dari belenggu. Biar anak memiliki nalar dan
jiwa yang kritis (sekali lagi katakan apa yang dirasakan). Namun untuk tingkat
sayangnya orang Banyumas pada orangtuanya jangan ditanya. Ini lebih mirip rasa
sayang yang tidak lebay, karena sebandel-bandelnya anak Banyumas pada
orangtuanya pasti tak akan tega jika harus durhaka.
3. Banyumas induk kabupaten tetangga
Sebelumnya kita tak pernah
berfikir lebih jauh tentang daerah kita ini. Taunya ya kalo karsidenan Banyumas
terdiri dari Purbalingga, Banjarnegara, Kebumen, dan Cilacap. Kami tak berfikir
sebelumnya kenapa namanya karsidenan Banyumas, bukan Cilacap, atau Kebumen. Ini
karena diantara semua yang tersebut Banyumaslah yang menjadi cilak balak dan
tentunya yang tertua. Mula-mula semua bagian itu satu, tetapi kemudian
dibagi-bagi menjadi beberapa bagian.
4. Banyumas jadi sinarnya
Indonesia
Bagian ini yang mejadi bagian
paling berkesan dan menjadi pemacu bagi kami untuk menggali informasi lebih
banyak dan lebih jauh lagi. Sesudah Indonesia merdeka, tokoh-tokoh revolusi
Indonesia bertemu di salah satu tempat di Banyumas untuk berunding. Tokoh-tokoh
itu adalah bapak presiden Soekarno, Tan Malaka, dan Soedirman. Mereka bertemu
untuk memperbincangkan nasib bangsa ke depan. Ternyata mereka mempunyai persepsi
yang tidak sama antara satu dan yang lainnya. Hingga akhirnya mereka berpisah
dengan keyakinan dan kepercayaan masing-masing. Soedirman meminta izin pada
Soekarno untuk berjuang dengan jalan bertempur di medan perang dengan strategi
gerilyanya yang bahkan kini diakui dunia sebagai strategi gerilya yang baik.
Tan Malaka berkeyakinan bahwa semua yang terjadi saat ini karena rakyat
Indonesia belum mendapatkan pendidikan yang cukup matang untuk menjadi bangsa
merdeka. Soekarno dengan jalur diplomasinya yakin akan membawa Indonesia pada
kemerdekaan yang hakiki. Apakah semua ini benar? Ini tugas kita untuk terus
mencari dan mencari, menggali dari berbagai informasi.
5. Banyumas tempatnya orang keren
Sebutkan saja tokoh-tokoh yang
ada di Banyumas, banyak diantara mereka yang menjadi pelopor. Sejauh yang kami
tahu hanya beberapa saja : Soedirman, Gatot Subroto, Margono, dan banyak lagi
yang belum kami tahu. Dari sinilah kami berkeyakinan bahwa tokoh Banyumas itu
keren dan berpengaruh di berbagi bidang. Dan menurut pendapat kami, orang
Banyumas itu tidak suka tenar, lembah manah, dan tidak ingin dipuji-puji.
Sehingga sekarang kami sampai tidak mengerti tokoh-tokoh yang dimaksud tadi.
Apakah karena kami yang kurang mencari atau memang seakan mereka tak ingin dijunjung
tinggi
6. Tugas kita sekarang
Setelah semua keunggulan Banyumas
kita ungkap, sekarang saatnya kembali pada diri sendiri. Berkaryalah dengan apa
yang kamu bisa, jangan tanggung-tanggung, total. Katakan yang sebenarnya walau
itu menyakitkan. Generasi kita harus memegang erat karakter kebanyumasannya,
mengembangkan kebisaan dan kemampuannya di bidang masing-masing. Jadilah orang
Banyumas yang sebenarnya, dan Banyumas akan jadi sinarnya tanah Jawa,
Indonesia, Bahkan jika perlu dunia.
Sebelum kami akhiri catatan
pendek untuk cerita yang panjang ini, boleh kiranya kami berprasangka pada wa
Nasirin jika sebenarnya beliau tidak hanya menulis berdasarkan pengalam kasat
matanya saja, tetapi juga pengalaman spiritualnya. Ini karena sering kami
dengar berulang kali kata lorong waktu darinya. Dan yang menjadi daya ganggu
yang dimilik Nasirin ini adalah dalam menulis novel itu tidak menggunakan mesin
ketik, komputer, atau laptop. Tetapi hanya menggunakan sebatang handphone jaman
old yang semakin antik setiap harinya. Handpone Nokia celiring saja. Sungguh
daya ganggu bahwa handphone bisa saja masuk neraka atau surga tergantung
pemakainya. Pesan beliau sebelum kami kembali ke rumah kita masing-masing
adalah kembangkan potensimu masing-masing.
Rahayu !!
Rahayu kuwe luwih duwur nimbang
assalamu’alaikum yah wa?
Uwis orausah manding-mandingna
endi sing luwih duwur endi sing luwih endhep. Intine ya assalamu’alaikum ana
nang njerone rahayu lah.
Demikian laporan perjalanan malam
minggu kami, semoga bisa bermanfaat untuk saya, dan kita semua. Dan jika pun
tidak bermanfaat maka akan kumanfaatkan sendiri, hihi.
0 komentar:
Posting Komentar