Get me outta here!

Rabu, 10 Oktober 2018

CERITA DARI DESA

Sebuah cerita jawaban atau komenan untuk cerita "https://naufalazizul.blogspot.com/2018/10/cerpen-arti-sebuah-tawa-seorang-sahabat.html?spref=fb" yang telah diuplod oleh Noval mania di https://naufalazizul.blogspot.com

Oke, jika noval punya sebuah cerita yang sangat ciamik dengan kesenangan dan kebahagiaannya bersama para sahabatnya. Aku mah apa atuh, cuma anak desa yang hanya menyusahkan pemerintah saja dan hanya menghabiskan anggaran negara. Pemuda kampung yang kampungan yang tak punya masa depan gemilang. Seorang anak kampung yang belum pernah kemana mana. Hanya berkecimpung di kampung yang terpencil ini saja, maklumlah jikalau tipikal saya adalah gumunan dan kagetan. Bukan, bukan sedang merendah atau mengalah. Tapi memang begitulah yang sebenarnya terjadi.

Mungkin sepulang dari perantauan jauh disana, si Noval bakal jadi anak yang keren nan kece badai, sedangkan saya akan tetap menjadi pemuda gabut nan galau. Mudah kagum (gumunan) kagetan, dan mudah sombong dengan sedikit apa yang saya bisa. Oke, komenan ini sengaja saya tulis untuk meningkatkan dan menggairahkan stamina menulis di kalangan kaum menengah ke bawah seperti saya ini. Rasanya sia-sia jika banyak membaca tetapi mulut bungkam. Eh, emang siapa yang banyak membaca. Sombong amat lu bilang suka baca. Padahal mah Cuma hapean saja, sebut saja jam’iyyah almobilejeniyyah. Hahaha, cerita jenis apa ini?

Karena saya terlalu takut untuk membalas cerita anda hanya dengan kemenye menyean belaka, maka saya nyatakan untuk mengangkat tema cerita saya ini dengan tema “anak bodoh dan anak miskin yang tak boleh sakit”. Berikut adalah wujud cerita atau lebih tepatnya sih lebih mirip curhatan yah. Hahaa, yasudah capsus mari baca saja curhatan saya yang penuh dengan inspirasi derita dan nestapa. Jangan lupa sediakan tisu yang banyak untuk persiapan coli menghapus air mata buaya.

“ AKU ANAK BODOH YANG MISKIN”

Aku adalah anak yang paling bodoh diantara semua  siswa satu kelas di sekolah swasta bernama “SD SUKA COLI MAJU”. Aku selalu mendapat nilai terburuk dan rangking paling belakang. Aku benci pelajaran matematika, aku benci PR, aku benci tugas-tugas, aku benci semua kepalsuan dalam dunia pendidikan. Aku anak bodoh yang  tidak naik kelas, sebagai hadiah dari ketidaknaikan kelasku adalah caci maki dari teman-teman, orangtua, dan semua orang. Kata mereka “anak bodoh hidupnya tak akan sukses ! Anak bodoh hanya menyusahkan orangtua saja”.

Semua orang menyebutku sebagai orang bodoh, hanya karena aku tak pernah mendapat nilai seratus setiap kali pelajaran matematika. Aku selalu dicap bodoh karena aku malas mengerjakan PR dan tugas tugas. Kenapa tak  juluki saja aku sebagai pemalas, mungkin itu lebih pantas. “Anak bodoh harus tidak boleh menjadi orang sukses” adalah kalimat yang harus aku dengar setiap saat.  Anak bodoh harus banyak belajar  supaya menjadi pintar dan mendapat banyak sanjungan dari semua orang.

Oke fix, pintar adalah rangking satu dan nilai seratus. Pintar adalah mendapat besiswa. Kenapa saya tidak bisa disebut pintar, padahal saya dapet beasiswa miskin. Wah, betapa jancuknya nasibku ini. Jika memang ini yang harus kulakukan maka akan aku terima dan tetap tabah dalam menjalaninya. Karena dalam hidupku nanti, aku tak lagi butuh sanjungan dari orang-orang. Ya cap dan gelar bodoh itulah yang paling pantas aku sandang. Dasar anak bodoh yang malang.

Belum lagi dengan gelar orang miskin yang telah aku sandang sejak dalam kandungan. Karena orangtuaku bukanlah saudagar, bukan mentri, bukan pengusaha, bukan pula mucikari. Dan satu yang tetap menjadi pegangan hidupku adalah meskipun aku bodoh, meskipun aku miskin, yang terpenting aku tidak ingin untuk menjadi orang yang serakah. Aku tetap menjadi orang miskin yang menerima dan rela diinjak-injak oleh kepentingan si kaya dan si penguasa.

Anak miskin tidak boleh pintar, sekolah mahal, kuliah mahal, biaya pendidikan semakin tak tersentuh oleh golongan kami. Kaum menengah ke bawah yang lemah. Anak miskin mana mungkin bisa sombong, untuk nafas saja susah, pilek. Dan yang lebih berhak sombong adalah mereka para kaum elit global. Yang boleh sombong juga mereka anak orang kaya yang bisa menyombongkan harta orangtua. Orang bodoh juga tidak boleh sombong, karena yang lebih berhak adalah mereka anak pintar yang rangking satu, nilainya seratus, dan dapat beasiswa. Lah ya, mereka sih enak, mau sombong ada yang bisa disombongin. Lah saya, mau sombong saja susah.

Kurang menderita apalagi coba, anak bodoh yang miskin. Sebagai anak bodoh yang miskin saya juga tidak boleh sakit. Karena biaya pengobatan di rumah sakit mahal, BPJS tidak berlaku. Rumah sakit berkelas dan berkasta. Maka, orang miskin harus selalu sehat, tak boleh sakit. Sehat sehat yah orang miskin.

Sudahlah, mungkin itu saja curhatan dari saya sebagai duta anak kampung yang tak kampungan. Dan kesimpulan yang saya petik dari curhatan saya adalah “ Sekarang, banyak orang miskin yang kaya dan lebih banyak orang kaya yang miskin”.

1 komentar: