Get me outta here!

Selasa, 17 Oktober 2017

Jangan cemas, Bapak semakin cerdas.

Banyak tragedi yang terjadi ahir ahir ini. Banyak pula isu isu yang beredar berseliweran. Tragedi dan isu menyebar deras bagai gerimis di bulan september. Penyebaran isu dan berbagai tragedi terlihat paling jelas di media sosial. Karena memang media sosial adalah media untuk mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat. Mengabarkan dan memviralkan peristiwa ter in. Yang biasa bisa jadi luarbiasa oleh media sosial, yang luarbiasa bisa seperti biasa juga karenanya. Tentang perpolitikan negeri ini saja semakin asik diikuti.
 
Sudah bagaikan sinetron telenovela yang jika tak mengikuti satu episod bakalan kepo badai dan jadi uring uringan. Bukan karena ditayangkan oleh hampir seluruh televisi kita, tetapi karena aktor dan aktrisnya yang begitu lihai memerankan tokoh dalam sandiwara perpolitikan. Jadi semakin menggemaskan dan menggiurkan untuk ditonton dan diikuti ceritanya. Nah, sinetron perpolitikan ini tidak hanya digemari oleh ibu ibu rumahtangga yang kurang kerjaan, tetapi juga sangat digandrungi bapak bapak yang kebanyaken kerjaan. Para bapak kita keranjingan sinetron lewat berita dalam televisi kita, lewat koran pagi langganan, lewat grup WA, lewat media sosial lain, artikel dan web koran online dst. 
 
Jangan terlalu khawatir kawan, jika ibu ibu sering gemes lihat aktor antagonis yang begitu jahat di sinetron kelangenannya, bapak bapakpun demikian. Gemes saat kasus EKTP tak kunjung selesai, kasus penista agama yang sudah selesai, kasus pelemasan KPK, ditambah isu isu PKI yang begitu menggurihkan. Banyak jenis sinetron yang bisa bapak saksikan, ada yang langsung khatam, ada yang menjadi seribu episod. Ingat, jangan khawatir, bagi bapak yang semacam itu gak dibawa baper. 
 
Bapak mengerti dan tau mana yang seharusnya dibenarkan dan mana yang seharusnya jangan disalahkan. Malah kadang bapak juga kepingin jadi sutradara persandiwaraan ini. Tetapi siapa bapak, paling juga hanya bisa nonton dan gemes. Tenang, bapak sekarang sudah semakin cerdas. Jadi mau dikasih tontonan sinetron yang kayak apapun juga pasti bapak ngerti kemana arah ceritanya, bapak juga tau siapa dalangnya siapa tokoh antagonis dan tritagonisnya. 
 
Dan yang terpenting bagi bapak adalah tau ending dan kesimpulannya. Maka, setelah nonton semua ini, bapak tidur dengan tenang sampai besok pagi. Dan akan terbangun lagi untuk nonton sinetron yang selanjutnya, selanjutnya dan seterusna. Sampai besok akan muncul pahlawan yang akan memparodikan drama dan mengubah arah cerita semua sinetron ini. Selamat malam ibu, bapak udah ngantuk. 
 
Bobo dulu yah bu, temani aku bu, bapak takut nanti mimpi buruk gegara nonton sinetron yang terlalu didramatisir itu. Jadi bapak gak akan takut kalo ada ibu disamping bapak. Karena dibalik bapak yang hebat ada ibu yang kuat. Ibu kuat kan bu, kuat yah bu, jangan lemah, biar bapak bisa tambah kuat.

Senin, 16 Oktober 2017

Literasi Terkini

Sesungguhnya aku adalah seorang anak kampung yang begitu beruntung. Tetapi saat banyak anak menjadikan gadget sebagi tempat bergantung, aku menjadi bingung. Aku ingin menolak namun tak bisa berontak. Ingin merajuk tetapi malah jadi mengantuk. Aku menjadi pengutuk keadaan, aku mengutuki kegelapan. Semakin kumaki semakin ku tak mengerti. Bertambahlah kebingungan di setiap sudut malamku.

Aku terdiam dan membisu. Seketika kulihat di pojok kamarku, setumpuk buku mengsuik kebisuanku, mengoyak oyak sepiku, melambai lambai minta dibelai. Tetapi malam, membuatku pasrah dan menyerah, ahirnya aku tertidur nyenyak dalam kehausan makna dan kelaparan yang semakin hampa. Pagi, matahari bersinar menerangi. Aku terbangun dari mimpi. Ternyata sungguh telat menyadari akan keadaan ini. Bukankah semua harus dimulai dari diri sendiri? 

Ya, mualilah dari sendiri, bukankah ini jelas sekali. Jika kegelapan semakin menjadi, bukankah harusnya kusesali. Melainkan harus kunyalakan api, nyalakan lilin tuk menerangi diri sendiri juga menerangi semua sisi. Nyalakan api, nyalakan tekad dan semangat di dalam hati. Dan kini, aku jadi seperti ini. Bagaikan gelandangan di kampung sendiri. Aku memulai mimpi dari sini. Ingin suatu saat nanti, yang seperti ini akan jadi kebiasaan yang penuh arti. Membaca, aku menemukan jawabannya. Membaca adalah jawabannya. Membaca untuk kebebasan dan menulis untuk keabadian. 

Memang, mula mula aku sama sekali tidak suka membaca. Bahkan ku kira membaca takan ada manfaatnya, buang buang waktu saja. Harusnya waktu yang untuk berusaha mencapai bahagia malah habis hanya untuk membaca, tak dapat apa apa. Lama lama, aku baru sadar bahwa aku telat dalam menyadari pentingnya membaca. Harusnya sudah sejak lama aku mau membaca. Ahh.. Sekarang, yang ada dalam benaku adalah. Tak pernah ada kata terlambat untuk memulai suatu kebaikan. 

Ini belum terlambat untuk memulai. Aku hanya bisa berharap membaca akan menjadi hobi bagi kita semua. Dan lewat taman baca alakadarnya ini aku menyediakan tempat bagi anak anak dan remaja untuk bersama sama memulai gerakan Indonesia membaca. Lewat diskusi dan berbagai macam agenda yang kadang tak menentu arahnya, aku mengajak para remaja untuk berfikir selangkah lebih maju, menanamkan rasa ingin tahu dan menjadikan membaca adalah tradisi yang seru. 

Ayolah kawanku, kita mulai bersma membuka cakrawala. Membuka wawasan dan pengetahuan. Percayalah bahwa tak akan ada yang sia sia. Kita boleh tinggal di kampung dan jadi anak kampung, tetapi yang terpenting kita tidak menjadi kampungan. Singsingkan lengan tangan dan mulailah suatu gerakan perubahan.